Kementerian Pertanian Tunjuk Banyuwangi sebagai Daerah Penyangga Cabai Rawit Nasional

Banyuwangi daerah penyangga cabai rawit nasional
Bupati Ipuk membagikan bibit cabai ke warga Banyuwangi


Banyuwangi ditunjuk sebagai daerah penyangga komoditas cabai rawit secara nasional oleh Kementerian Pertanian. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga cabai rawit di masa mendatang, khususnya saat musim penghujan.

Banyuwangi bersama dengan 2 Kabupaten lain, yakni Sumedang dan Kabupaten Bandung ditunjuk sebagai salah satu daerah penyangga komoditas cabai rawit Nasional.
 
"Ada tiga daerah yang ditunjuk pemerintah pusat sebagai penyangga komoditas cabai nasional. Yakni Kabupaten Banyuwangi, Sumedang, dan Kabupaten Bandung," kata Kabid Holtikultura Dinas Pertanian Banyuwangi Ilham Juanda, Rabu (24/3/2021).
 
Pemkab Banyuwangi menyiapkan lahan sekitar 40 hektar untuk program penanaman tersebut. Namun sampai saat ini, belum ditentukan dimana kegiatan program tersebut. Rencananya, kegiatan dimulai pada bulan Agustus dan September. Tujuannya, agar saat terjadi lonjakan harga di masa mendatang, pemerintah sudah memiliki stok cabai rawit untuk kegiatan operasi pasar murah.
 
"Di Banyuwangi sekitar 40 hektar yang disiapkan untuk penyangga cabai Nasional. Ini untuk persiapan tanam pada bulan Agustus dan September. Jadi untuk musim panen bulan Desember dan Januari. Nantinya seluruh pembiayaan, mulai dari bibit, perawatan, dan sarana prasarana lainnya akan dibantu oleh Kementerian Pertanian," kata Ilham.
 
Menurut Ilham, selama ini Banyuwangi memang dikenal sebagai penyuplai kebutuhan cabai rawit untuk sejumlah daerah, khususnya di wilayah Jabodetabek. Hanya saja, pada awal tahun 2021 produksi cabai rawit mengalami penurunan signifikan lantaran intensitas hujan tinggi sejak akhir Tahun 2020.
 
"Dari areal tanaman sekitar 3.000 hektar, hanya 128 hektaran saja yang bisa dipanen. Itu pun produksinya menurun. Yang biasanya dalam satu hektar bisa 9 hingga 10 ton, saat ini hanya bisa dipanen 1 sampai 1,5 ton saja per hektarnya," kata Ilham.
 
Hal ini dikarenakan tanaman cabai rawit banyak yang rusak lantaran terserang penyakit yang biasa datang saat musim penghujan. Akibatnya, harganya pun meroket tinggi di atas angka Rp 100 ribu per kilogram.
 
"Rata-rata inikan tanaman pada bulan Agustus dan September 2020. Mulai belajar berbuah usia 3 sampai 4 bulan. Kalau kondisi normal bisa 20 kali petik. Bisa bertahan 8 sampai 10 bulan. Namun karena intensitas hujan tinggi, resiko serangan hama penyakit juga semakin tinggi. Seperti penyakit cacar dan sebagainya," ungkapnya.
 
"Akhirnya banyak tanaman yang rusak dan produktifitasnya juga menurun. Kalau sudah seperti ini maka hukum ekonomi berlaku. Ketika permintaan banyak, sementara ketersediaan barang terbatas, maka akan terjadi lonjakan harga. Seperti sekarang sudah dikisaran Rp 110 ribu lebih per kilogramnya," pungkasnya.


 Selengkapnya baca Detik 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online
Adbox

@templatesyard