Bisnis mantan TKI Banyuwangi - Bijak dalam memanfaatkan peluang, itu yang tercermin dari dua pasangan mantan TKI Taiwan asal Desa Wringin Agung, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi ini. Produksi makanan ringan atau jajanan lebaran yang tak sengaja dibuatnya, ternyata membuahkan hasil yang jauh dari perkiraan.
"Awalnya hanya iseng membuat kue carang, keciput panjang, sama kuping gajah. Terus sama istri saya dibuat selfi, ternyata banyak yang suka dan memesan," ujar Topan Adi Sucipto.
Ia mengakui usaha yang digelutinya ini memang masih seumur jagung, karena sebenarnya baru bermula awal tahun ini. Usaha ini juga diilhami dari sulitnya mengatur rencana usaha sepulang dari luar negeri. Namun, melihat peluang pasar jajanan yang semakin lama semakin bertambah, lantas suami dari Anis Adiarti ini memutuskan untuk menambah produksi.
"Coba-coba dulu membuat kue itu hanya lima kilo, ternyata teman dari luar negeri tertarik dan minta untuk dipaketkan," katanya.
Kini, alumni TKI negeri Formosa 2011 – 2014 ini mengaku, kualahan melayani pesanan yang datang. Awal mula Bahkan jumlahnya jauh dari perkiraan semula. Jika di bulan sebelumnya hanya mampu memproduksi kue sekitar 1 kuintal, kini jumlahnya naik hingga mencapai 7 kuintal.
"Lha wong modal awal itu hanya Rp 200 ribu, sampai sekarang Rp 5 juta. Anehnya, meski biaya antar paket jauh lebih mahal dari harga produk, ternyata banyak yang mau," ujarnya.
Awalnya pesanan banyak yang datang dari satu negara yaitu Taiwan. Namun berkembangnya waktu dan promosi dari sosial media, kini produk makanan rakyat ini sudah merambah Hongkong dan Singapore.
"Alhamdulillah khusus lebaran ini pesanan dari luar negeri mencapai 4 kuintal berbagai macam jajanan," ungkap Anis Ardiati.
Meski demikian, mereka juga tak menampik pesanan dari negeri sendiri. Hingga kini, produksi jajanan khas lebaran ini tidak hanya beredar di tingkat lokal Banyuwangi. Melainkan sudah membanjiri sejumlah kota besar, seperti Malang, Ngawi, Surabaya, Jakarta, Lampung dan beberapa kota besar lainnya.
Bergulirnya waktu, jenis produk juga semakin bertambah tidak hanya carang emas, keciput panjang, kuping gajah, tetapi juga berkembang untuk memproduksi stik coklat, stik gurih, akar kelapa, pastel abon serta berbagai macam aneka kue kacang.
"Harganya paling murah Rp 40 perkilo, sampai Rp 75 ribu tergantung jenis barang yang dipesan," katanya.
Meski saat ini produksi makanan sempat tergoyah lantaran harga bahan baku yang mahal, namun jumlah peminat dan nilai harga jual yang masih tinggi mampu menutupi biaya produksi. Bahkan menurutnya, usaha kecil yang mereka geluti sudah mencapai omset Rp 10 juta perbulan.
"Perbulannya jumlah pemesan terus bertambah, khusus lebaran pertengahan puasa sudah tutup pesanan," ujar Pria yang juga ketua Ikatan Warga Banyuwangi (Ikawangi) Taiwan ini.
Pihaknya berpesan, setidaknya kondisi yang dialaminya dapat menjadi gambaran inspirasi bagi para TKI atau mantan TKI Banyuwangi lainnya. Karena problem terbesar bagi para TKI khususnya TKI purna yaitu tidak mampu mengembangkan sayap usahanya usai dari luar negeri. Tentunya peran dari pemrintah untuk memberikan pendampingan dan pelatihan juga dinilai penting bagi para penyumbang devisa tersebut.
"Teman-teman TKI dan mantan TKI jangan takut melakukan usaha, gunakan peluang sebaik mungkin agar tidak selamanya menjadi buruh diluar negeri, tapi menjadi bos di negeri sendiri," harapnya. (Betitajatim.com)
"Awalnya hanya iseng membuat kue carang, keciput panjang, sama kuping gajah. Terus sama istri saya dibuat selfi, ternyata banyak yang suka dan memesan," ujar Topan Adi Sucipto.
Ia mengakui usaha yang digelutinya ini memang masih seumur jagung, karena sebenarnya baru bermula awal tahun ini. Usaha ini juga diilhami dari sulitnya mengatur rencana usaha sepulang dari luar negeri. Namun, melihat peluang pasar jajanan yang semakin lama semakin bertambah, lantas suami dari Anis Adiarti ini memutuskan untuk menambah produksi.
"Coba-coba dulu membuat kue itu hanya lima kilo, ternyata teman dari luar negeri tertarik dan minta untuk dipaketkan," katanya.
Kini, alumni TKI negeri Formosa 2011 – 2014 ini mengaku, kualahan melayani pesanan yang datang. Awal mula Bahkan jumlahnya jauh dari perkiraan semula. Jika di bulan sebelumnya hanya mampu memproduksi kue sekitar 1 kuintal, kini jumlahnya naik hingga mencapai 7 kuintal.
"Lha wong modal awal itu hanya Rp 200 ribu, sampai sekarang Rp 5 juta. Anehnya, meski biaya antar paket jauh lebih mahal dari harga produk, ternyata banyak yang mau," ujarnya.
Awalnya pesanan banyak yang datang dari satu negara yaitu Taiwan. Namun berkembangnya waktu dan promosi dari sosial media, kini produk makanan rakyat ini sudah merambah Hongkong dan Singapore.
"Alhamdulillah khusus lebaran ini pesanan dari luar negeri mencapai 4 kuintal berbagai macam jajanan," ungkap Anis Ardiati.
Meski demikian, mereka juga tak menampik pesanan dari negeri sendiri. Hingga kini, produksi jajanan khas lebaran ini tidak hanya beredar di tingkat lokal Banyuwangi. Melainkan sudah membanjiri sejumlah kota besar, seperti Malang, Ngawi, Surabaya, Jakarta, Lampung dan beberapa kota besar lainnya.
Bergulirnya waktu, jenis produk juga semakin bertambah tidak hanya carang emas, keciput panjang, kuping gajah, tetapi juga berkembang untuk memproduksi stik coklat, stik gurih, akar kelapa, pastel abon serta berbagai macam aneka kue kacang.
"Harganya paling murah Rp 40 perkilo, sampai Rp 75 ribu tergantung jenis barang yang dipesan," katanya.
Meski saat ini produksi makanan sempat tergoyah lantaran harga bahan baku yang mahal, namun jumlah peminat dan nilai harga jual yang masih tinggi mampu menutupi biaya produksi. Bahkan menurutnya, usaha kecil yang mereka geluti sudah mencapai omset Rp 10 juta perbulan.
"Perbulannya jumlah pemesan terus bertambah, khusus lebaran pertengahan puasa sudah tutup pesanan," ujar Pria yang juga ketua Ikatan Warga Banyuwangi (Ikawangi) Taiwan ini.
Pihaknya berpesan, setidaknya kondisi yang dialaminya dapat menjadi gambaran inspirasi bagi para TKI atau mantan TKI Banyuwangi lainnya. Karena problem terbesar bagi para TKI khususnya TKI purna yaitu tidak mampu mengembangkan sayap usahanya usai dari luar negeri. Tentunya peran dari pemrintah untuk memberikan pendampingan dan pelatihan juga dinilai penting bagi para penyumbang devisa tersebut.
"Teman-teman TKI dan mantan TKI jangan takut melakukan usaha, gunakan peluang sebaik mungkin agar tidak selamanya menjadi buruh diluar negeri, tapi menjadi bos di negeri sendiri," harapnya. (Betitajatim.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar