Tak hanya tersohor dengan sajian kuliner uniknya, Banyuwangi
juga punya cokelat yang ternyata sudah terkenal dan menjadi salah satu cokelat
terbaik di dunia.
Selain potensi wisata, seni dan budaya. Luasnya perkebunan di kota yang dijuluki sebagai 'Sunrise of Java' ini juga patut diacungi jempol. Pasalnya, tidak hanya banyak tumbuh tanaman cengkeh dan kopi, tapi juga biji cokelat banyak dihasilkan di daerah ini, salah satunya adalah Glenmore, yang merupakan daerah perkebunan berhawa sejuk di bagian timur kota Banyuwangi.
Selain potensi wisata, seni dan budaya. Luasnya perkebunan di kota yang dijuluki sebagai 'Sunrise of Java' ini juga patut diacungi jempol. Pasalnya, tidak hanya banyak tumbuh tanaman cengkeh dan kopi, tapi juga biji cokelat banyak dihasilkan di daerah ini, salah satunya adalah Glenmore, yang merupakan daerah perkebunan berhawa sejuk di bagian timur kota Banyuwangi.
Di Indonesia, biji cokelat banyak di tanam di Tabanan-Bali,
Pidi Jaya-Aceh dan juga Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi.
"Rasa Cokelat dari Banyuwangi memiliki karakteristik yang berbeda dengan
daerah lain. Cokelat asal Glenmore, Banyuwangi rasanya cenderung asam
buah-buahan, mirip seperti kismis. Danafter taste-nya menghasilkan rasa
madu," tutur Tissa Aunilla, Chocolatier sekaligus pemilik
Pipiltin Cocoa.
Tissa menambahkan, rasa yang dihasilkan dari cokelat tiap daerah berbeda. Untuk Tabanan, Bali biasanya rasanya cenderung buah dan rasanya lebih ke berry. Sedangkan dari Pidie Jaya, Aceh rasanya seperti kacang-kacangan.
Di salah satu perkebunan di Kecamatan Glenmore, Tissa memilih cokelat berjenis Trinitario. Jenis kakao ini merupakan campuran dari jenis criollo dan forastero. Selain itu, biji cokelat di Glenmore memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan daerah lain seperti Pidie Jaya, Aceh.
Untuk menghasilkan cokelat dengan kualitas dan rasa yang enak, perlu dilakukan fermentasi pada biji cokelat. Sayangnya di Indonesia permintaan domestik dalam skala industri adalah biji cokelat tanpa fermentasi.
"Fermentasi dilakukan untuk mengeluarkan rasa asli dari biji kokoa itu sendiri. Tanpa adanya fermentasi, cokelat hanya memiliki rasa manis saja dan tidak mengeluarkan rasa khasnya seperti asam kismis pada cokelat asal Glenmore misalnya," jelas wanita lulusan Law and Economics di Itrechy University, Belanda ini.
Akan tetapi proses fermentasi ini membuat harga jual biji cokelat lebih tinggi. "Kami membeli cokelat yang sudah difermentasi dengan harga 40 hingga 50 persen lebih tinggi diatas harga pasar," jelasnya.
Tissa menambahkan, rasa yang dihasilkan dari cokelat tiap daerah berbeda. Untuk Tabanan, Bali biasanya rasanya cenderung buah dan rasanya lebih ke berry. Sedangkan dari Pidie Jaya, Aceh rasanya seperti kacang-kacangan.
Di salah satu perkebunan di Kecamatan Glenmore, Tissa memilih cokelat berjenis Trinitario. Jenis kakao ini merupakan campuran dari jenis criollo dan forastero. Selain itu, biji cokelat di Glenmore memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan daerah lain seperti Pidie Jaya, Aceh.
Untuk menghasilkan cokelat dengan kualitas dan rasa yang enak, perlu dilakukan fermentasi pada biji cokelat. Sayangnya di Indonesia permintaan domestik dalam skala industri adalah biji cokelat tanpa fermentasi.
"Fermentasi dilakukan untuk mengeluarkan rasa asli dari biji kokoa itu sendiri. Tanpa adanya fermentasi, cokelat hanya memiliki rasa manis saja dan tidak mengeluarkan rasa khasnya seperti asam kismis pada cokelat asal Glenmore misalnya," jelas wanita lulusan Law and Economics di Itrechy University, Belanda ini.
Akan tetapi proses fermentasi ini membuat harga jual biji cokelat lebih tinggi. "Kami membeli cokelat yang sudah difermentasi dengan harga 40 hingga 50 persen lebih tinggi diatas harga pasar," jelasnya.
Proses fermentasi ini berlangsung selama lima hari.
"Tapi tergantung dari hasil monitoring petani," tambahnya.
Tissa juga mengatakan, di Glenmore sendiri, ia mendapati salah satu perkebunan yang bisa custompemesanan biji cokelat alias bisa dipesan tanpa atau dengan fermentasi.
Ia juga memilih biji cokelat berkualitas dengan kelembaban 6 hingga 7 persen dan dalam 100 gram mengandung 95 biji cokelat. "Tapi semakin sedikit jumlah biji cokelat dalam 100 gramnya maka semakin bagus kualitasnya," pungkas Tissa.
Cokelat asal Kecamatan Glenmore, Banyuwangi menjadi salah satu cokelat terbaik di dunia karena rasanya yang unik. Sehingga tak heran kalau cokelat Indonesia jadi pilihan banyak produsen di Swiss dan juga Belgia.
Tissa juga mengatakan, di Glenmore sendiri, ia mendapati salah satu perkebunan yang bisa custompemesanan biji cokelat alias bisa dipesan tanpa atau dengan fermentasi.
Ia juga memilih biji cokelat berkualitas dengan kelembaban 6 hingga 7 persen dan dalam 100 gram mengandung 95 biji cokelat. "Tapi semakin sedikit jumlah biji cokelat dalam 100 gramnya maka semakin bagus kualitasnya," pungkas Tissa.
Cokelat asal Kecamatan Glenmore, Banyuwangi menjadi salah satu cokelat terbaik di dunia karena rasanya yang unik. Sehingga tak heran kalau cokelat Indonesia jadi pilihan banyak produsen di Swiss dan juga Belgia.
Dengan memperkenalkan cokelat asli Indonesia yang diolah
dengan cara yang tepat dan dikemas menarik. Tissa yakin cokelat asal Indonesia
seperti Glenmore bisa dikenal baik di negara sendiri ataupun luar negeri.
Kalau Anda penasaran dengan perkebunan cokelat di Banyuwangi, Anda juga bisa mampir ke beberapa wisata perkebunan. Salah satunya adalah Kendeng Lembu yang memiliki kebun kakao, kopi dan juga karet. Perkebunan wisata ini terletak di desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore. (Detik.com)
Kalau Anda penasaran dengan perkebunan cokelat di Banyuwangi, Anda juga bisa mampir ke beberapa wisata perkebunan. Salah satunya adalah Kendeng Lembu yang memiliki kebun kakao, kopi dan juga karet. Perkebunan wisata ini terletak di desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore. (Detik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar