![]() |
Mr Ibien, owner Kejaya Handrycraft (foto: Lensaindonesia.com) |
Pasar bebas atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 bakal
segera diberlakukan di kawasan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Menghadapi persaingan besar ini, para pengusaha khususnya yang berada di
tingkat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga ikut dipacu agar bisa
bersaing memasarkan produknya.
Di Jawa Timur, ada banyak pengusaha tingkat UMKM yang
dinilai telah siap dan tak takut bersaing dalam MEA nanti. Salah satunya,
Khotibin pengusaha asal Banyuwangi yang telah belasan tahun menggeluti usaha
kerajinan (handycraft) berbahan dasar hasil alam. Dan ia berhasil membawa
produknya go international.
Pada awalnya Khotibin mulai merintis usaha kerajinan Kejaya
Handycraft bersama sang kakak sekitar tahun 2008. Ketertarikannya akan bahan
dasar kerajinan dari hasil alam, karena saat itu di tempatnya Dusun Kejoyo,
Desa Tambong, Kecamatan Kabat, Kabipaten Banyuwangi banyak tanaman pisang yang
rusak dan pelepahnya berserakan dimana-mana.
Khotibin lalu mencoba memanfaatkan pelepah pisang untuk
dijadikan tas, ternyata hasilnya cukup bagus dan bisa dijual. Sayangnya,
menjual hasil karyanya saat itu bukanlah hal yang mudah. Tak sedikit rintangan
yang mereka hadapi, dari tak adanya pasar hingga modal yang cekak kala itu.
Tapi ia mencoba produk tasnya dipasarkan di Bali. Seiring berjalannya waktu,
produk mereka diminati orang luar negeri dan akhirnya ada pembeli asal luar
negeri yang memesan dalam jumlah banyak.
“Dari situ awal mulanya saya mencoba usaha kerajinan ini.
Mulai punya tamu tahun 2000, kebetulan tamu pertama saya waktu itu asal
Inggris. Kemudian tahun berikutnya 2001 tamu saya dari Italia, 2002 dari Korea
dan lanjut sampai sekarang ini dari banyak negara,” jelas pria yang punya
julukan Mr Ibien ini.
Sedangkan untuk modal awal, lanjut dia, bisa dikatakan
sangat minim karena saat itu bahan yang disediakan hanya sedikit. Sehingga
ketika ada pesanan, pihaknya meminta uang muka atau DP minimal 50 persen dari
total yang dipesan. “Dulu itu saya selalu minta ke tamu saya agar pesanan di DP
dulu minimal 50 persen, karena memang modal yang ada pas-pasan. Tapi kalau
sekarang ini DP hanya saya minta 20 sampai 30 persen, tergantung pesanannya
juga,” paparnya.
Waktu terus berjalan dan para tamu luar negeri yang melirik
produknya semakin banyak, Khotibin tak hanya memanfaatkan pelepah pisang dan
mengembangkan kreativitasnya membuat kerajinan dari bahan alam lainnya yang ada
di desanya, yakni batok kelapa, bambu, kayu, tapas kelapa dan kebang untuk
dijadikan bermacam-macam model kerajinan. Mulai dari tas, mirror, pigora, album
foto, bra berbahan batok kelapa, alat musik tradisional, parfum, dan lainnya.
Salah satu produknya, bra berbahan batok kelapa berhasil
dipasarkan ke Pulau Tahiti sebuah pulau terbesar di Polinesia Perancis yang terletak di Kepulauan Society, di bagian selatan Samudra Pasifik. Selain itu,
produk BH batok juga dikirim ke Jamaika di Amerika Utaara.
Produksi bra ini sebulan mencapai 5-10 ribu yang dipesan buyer Amerika, Jamaika, Hawaii dan Perancis. Harga grosirnya Rp 10 ribu per pasang. Bra dari batok kelapa ini diklaim Khotibin tidak sakit kalau dipakai karena sudah dibuat senyaman mungkin.
Produksi bra ini sebulan mencapai 5-10 ribu yang dipesan buyer Amerika, Jamaika, Hawaii dan Perancis. Harga grosirnya Rp 10 ribu per pasang. Bra dari batok kelapa ini diklaim Khotibin tidak sakit kalau dipakai karena sudah dibuat senyaman mungkin.
![]() |
Bra dari batok kelapa produksi Kejaya Handrycarft (foto: Beritajatim.com) |
Saat ini, Khotibin juga telah memiliki pekerja lebih dari
150 orang ada yang bekerja borongan ataupun harian. Untuk total produk yang
telah dihasilkan sampai sekarang totalnya lebih dari 500 kerajinan.
Disebutkan pula, tamu asal luar negeri yang meminati
produknya juga dari berbagai penjuru dunia. Rata-rata yang banyak memesan dari
Eropa hingga Amerika, mulai Jamaica, Hawaii, juga Inggris. Meski demikian,
Khotibin juga tetap memasarkan produknya di dalam negeri, seperti Bali,
Jogjakarta, Surabaya dan Jakarta.
“Alhamdulillah tamu saya semakin bertambah terus. Sekarang
ini produk saya banyak dipesan oleh orang dari Amerika dan Eropa. Orang-orang
luar ini sangat menghargai produk olahan dari hasil alam, karena begitu rusak
bahannya akan kembali kee tanah. Ini sangat beda dengan orang kita,” cetus
Khotibin.
Tak sampai disitu, dia juga telah punya merek paten yang
dinamakan “Kejaya Handycraft” serta beberapa showroom khusus produk kerajinan
miliknya di Banyuwangi. Tapi sayangnya, merek yang ia pasang tersebut hanya
berlaku di dalam negeri. Jika sudah dipasarkan di luar negeri, mereknya sudah
tak lagi dipakai.
“Kalau produk kerajinan saya sudah diekspor ke luar negeri,
ya jelas gak dicantumkan merek “Kejaya Handycraft” itu. Kalau ada nama itu ya
gak laku, tamu saya rata-rata gak mau kalau ada mereknya. Ya terpaksa, kami
harus ikutin pasar kalau mau tetep pengen hidup,” keluhnya.
Disinggung soal omset yang ia raup per tahunnya, Khotibin
hanya tersenyum. “Gak usahlah kalau omset, ya yang jelas sangat cukup untuk
menggaji karyawan saya. Per dua bulan saya mengeluarkan gaji karyawan khusus
untuk gaji borongan sekitar Rp 50 juta untuk satu kerajinan. Dan per tahun
ekspor produk saya ini sampai empat kali lah,” beber pria kelahiran Banyuwangi
ini.
Ia menambahkan, hasil kerjanya juga tak lepas dari perhatian
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi. Bantuan yang diberikan Pemkab
Banyuwangi, tidak hanya dalam bentuk modal melalui kredit lunak di bank. Tapi,
juga dibantu memasarkan hasil kerajinan melalui pameran dan
pelatihan-pelatihan, baik cara membuat kerajinan bagus dan memasarkan kerajinan
melalui internet.
Berdasar data Pemkab Banyuwangi pada April 2015, anak muda
yang mengikui pelatihan internet marketing mencapai lebih dari 2.000 orang. Tujuannya
mendorong kaum muda di Banyuwangi untuk memaksimalkan kreativitas menjadi
aktivitas ekonomi produktif.
Dalam pelatihan tersebut, selain mengajarkan materi mengenai kewirausahaan oleh para praktisi, juga diharapkan mengubah pola pikir anak muda bahwa pekerjaan itu tidak harus dicari, tetapi diciptakan.
Dalam pelatihan tersebut, selain mengajarkan materi mengenai kewirausahaan oleh para praktisi, juga diharapkan mengubah pola pikir anak muda bahwa pekerjaan itu tidak harus dicari, tetapi diciptakan.
Lensaindonesia.com, Beritajatim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar