Potensi pohon kelor Banyuwangi dilirik mahasiswa dan dosen Universitas Hochschule Wismar, Jerman. Bersama konsultan dari Surabaya, dua mahasiswa Jerman menjajaki potensi kelor di Banyuwangi awal tahun lalu. Kelor akan diolah menjadi bahan baku obat-obatan herbal.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BPPT) Abdul Kadir yang diwakili Kabid Penanaman Modal Ilzam Nuzuli kemarin. Banyuwangi menjadi tujuan utama karena unsur tanah sesuai dengan standar mereka dan pohon kelor melimpah. Sebelum ke Banyuwangi, mereka mengunjungi Madura ''Menurut mereka, tanah di Madura memiliki reduksi terlalu tinggi karena tercemar bahan kimia,'' tutur Ilzam.
Ada tiga lokasi yang dikunjungi dua mahasiswa Jerman. Yakni, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro; Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran; dan Desa Bayu, Kecamatan Songgon. Tiga lokasi itu dianggap layak dan memenuhi syarat untuk mengembangkan budi daya pohon kelor. Namun, akhirnya, dua mahasiswa Jerman tersebut memilih Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro.
Lahan Perhutani yang dikelola Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) itu dipilih karena tingkat reduksi tanah lebih rendah jika dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, Desa Ketapang lebih dekat secara akses transportasi. Awalnya, pihak Jerman sepakat melakukan kerja sama budi daya pohon kelor dengan petani. Namun, Pemkab Banyuwangi menawarkan bekerja sama konservasi lahan kritis.
Tawaran itu bertujuan untuk memberdayakan petani setempat sekaligus meningkatkan taraf ekonomi mereka. Dengan rencana budi daya tersebut, petani memiliki sistem tanam yang berkelanjutan. Selama ini lahan akan dimanfaatkan petani untuk menanam tanaman palawija. ''Kita minta mereka punya tempat ekstrak di Banyuwangi. Keluar dari Banyuwangi sudah dalam bentuk kapsul,'' jelas Ilzam.
Pihaknya juga meminta pihak Jerman melakukan transfer teknologi di Banyuwangi. Sekitar Juni–Juli, rombongan dari Jerman tersebut akan kembali ke Banyuwangi untuk membicarakan teknis kelanjutan rencana kerja sama. Jika rencana itu terealisasi, pihak Jerman membutuhkan sekitar 50 hektare lahan untuk budi daya kelor dan tempat produksi.
Jawapos.com
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BPPT) Abdul Kadir yang diwakili Kabid Penanaman Modal Ilzam Nuzuli kemarin. Banyuwangi menjadi tujuan utama karena unsur tanah sesuai dengan standar mereka dan pohon kelor melimpah. Sebelum ke Banyuwangi, mereka mengunjungi Madura ''Menurut mereka, tanah di Madura memiliki reduksi terlalu tinggi karena tercemar bahan kimia,'' tutur Ilzam.
Ada tiga lokasi yang dikunjungi dua mahasiswa Jerman. Yakni, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro; Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran; dan Desa Bayu, Kecamatan Songgon. Tiga lokasi itu dianggap layak dan memenuhi syarat untuk mengembangkan budi daya pohon kelor. Namun, akhirnya, dua mahasiswa Jerman tersebut memilih Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro.
Lahan Perhutani yang dikelola Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) itu dipilih karena tingkat reduksi tanah lebih rendah jika dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, Desa Ketapang lebih dekat secara akses transportasi. Awalnya, pihak Jerman sepakat melakukan kerja sama budi daya pohon kelor dengan petani. Namun, Pemkab Banyuwangi menawarkan bekerja sama konservasi lahan kritis.
Tawaran itu bertujuan untuk memberdayakan petani setempat sekaligus meningkatkan taraf ekonomi mereka. Dengan rencana budi daya tersebut, petani memiliki sistem tanam yang berkelanjutan. Selama ini lahan akan dimanfaatkan petani untuk menanam tanaman palawija. ''Kita minta mereka punya tempat ekstrak di Banyuwangi. Keluar dari Banyuwangi sudah dalam bentuk kapsul,'' jelas Ilzam.
Pihaknya juga meminta pihak Jerman melakukan transfer teknologi di Banyuwangi. Sekitar Juni–Juli, rombongan dari Jerman tersebut akan kembali ke Banyuwangi untuk membicarakan teknis kelanjutan rencana kerja sama. Jika rencana itu terealisasi, pihak Jerman membutuhkan sekitar 50 hektare lahan untuk budi daya kelor dan tempat produksi.
Jawapos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar