Suhu dingin di kaki Gunung Ijen, Banyuwangi menjadi hangat
kala musisi legedaris Fariz RM, Imaniar, dan Deddy Dhukun unjuk kebolehan dalam
ajang Jazz Ijen Banyuwangi, Sabtu (8/11). Selain untuk memanjakan para pecinta
musik jazz dan mempromosikan pariwisata Banyuwangi, ajang ini dikonsep untuk
kampanye kemanusiaan dan penggalangan dana bagi Palang Merah Indonesia (PMI).
Acara tersebut dimulai dengan peresmian Guest House milik
Pemkab Banyuwangi di kaki Gunung Ijen. Guest house tersebut melengkapi sarana
penunjang pariwisata di kawasan Gunung Ijen. Di jalur menuju Ijen dari pusat
kota Banyuwangi, beberapa sarana wisata yang ada antara lain pemandian sumber
mata air, dua tempat peristirahatan, beragam kafe dan restoran, serta resor.
Sebelum acara musik dimulai, dilakukan penanaman pohon dan
pelepasliaran sejumlah satwa burung oleh para wisatawan dan penonton.
Memasuki acara inti, Imaniar membuka panggung Jazz Ijen
Banyuwangi dengan lagu-lagu hits-nya seperti Prahara Cinta dan Kacau.
Setelah Imaniar, muncul penyanyi dan pencipta lagu
legendaris Deddy Dhukun. Aksi Deddy membangkitkan nostalgia para wisatawan yang
hadir dengan lagu andalan seperti Masih Ada dan Keraguan. Fariz RM menjadi
pemuncak acara dengan mengajak wisatawan mendendangkan lagu-lagu andalannya
seperti Barcelona.
Sebelumnya, sejumlah musisi Banyuwangi dan komunitas ITS
Jazz Surabaya ikut menghangatkan suasana. Acara berlangsung sejak siang sampai
pukul 19.30 WIB.
Wisatawan menyambut hangat ajang musik ini. "Saya
excited, semoga pesan kemanusiaan dan kepedulian lingkungan lewat musik bisa
tersampaikan dengan baik," kata Ronny Bachtiar, wisatawan asal Yogyakarta
yang hadir di Jazz Ijen Banyuwangi.
Fariz RM mengapresiasi sambutan penonton dalam acara
tersebut. "Ternyata meriah. Dan penonton bisa kompak menyanyi
bersama," ujar Fariz yang berkolaborasi dengan seni tradisi lokal
Banyuwangi.
Deddy Dhukun bahkan secara spontan selama sehari menciptakan
lagu berjudul "Banyuwangi Bersih dan Hijau" karena terinspirasi
penataan daerah tersebut. Lagu baru itu juga dinyanyikan penyanyi yang juga
pencipta lagu legendaris itu di panggung.
Bupati Anas saat pembukaan menyatakan bahwa kegiatan yang
pertama digelar di Gunung Ijen tersebut untuk aksi kemanusiaan. Donasi dari
penggemar jazz disumbangkan untuk PMI.
Acara yang digelar di lokasi konservasi di bawah kekuasaan BKSDA itu juga diharapkan mampu mendongkrak jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung Ijen untuk menyaksikan kawah dan blue fire yang sudah menjadi perbincangan dunia.
"Mari kita juga kita jaga area yang masuk konservasi ini. Dan panitia menyadari jika di sini adalah kawasan konservasi untuk itu segala properti yang disediakan ramah lingkungan, menyatu dengan alam," kata Bupati Anas.
Bupati muda itu mencontohkan desain panggung yang terbuat dari anyaman bambu alias gedek, kemudian alas lantainya dari jerami dan dihiasi dengan bongkahan belerang yang merupakan khas Kawah Ijen.
"Saya yakin event jazz ini yang pertama ada hiasan bongkahan belerangnya. Di tempat lain tidak ada," kata Bupati Anas berkelakar.
Tak ketinggalan, seorang penambang belerang yang biasa melakukan aktivitas di Kawah Ijen pun didaulat ke atas panggung. "Saya senang bisa nonton jazz di sini. Saya belum pernah nonton jazz selama ini," kata Madrusin yang menjadi penambang belerang sejak tahun 1980 itu.
Jazz Ijen Banyuwangi ini merupakan 'pemanasan' menuju Banyuwangi Beach Jazz Festival pada 6 Desember mendatang. Dua event jazz ini juga menunjukkan dua budaya, yaitu budaya bahari dan budaya perkebunan sekaligus merepresentasikan dua destinasi wisata unggulan di Banyuwangi, yaitu pantai dan gunung.
"Semoga event jazz malam ini kembali menggairahkan kunjungan wisatawan ke Ijen setelah hutannya di atas terbakar beberapa hari lalu. Jangan lupa jaga kebersihan lingkungan alam di kawasan Ijen," kata Bupati Anas.
Acara yang digelar di lokasi konservasi di bawah kekuasaan BKSDA itu juga diharapkan mampu mendongkrak jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gunung Ijen untuk menyaksikan kawah dan blue fire yang sudah menjadi perbincangan dunia.
"Mari kita juga kita jaga area yang masuk konservasi ini. Dan panitia menyadari jika di sini adalah kawasan konservasi untuk itu segala properti yang disediakan ramah lingkungan, menyatu dengan alam," kata Bupati Anas.
Bupati muda itu mencontohkan desain panggung yang terbuat dari anyaman bambu alias gedek, kemudian alas lantainya dari jerami dan dihiasi dengan bongkahan belerang yang merupakan khas Kawah Ijen.
"Saya yakin event jazz ini yang pertama ada hiasan bongkahan belerangnya. Di tempat lain tidak ada," kata Bupati Anas berkelakar.
Tak ketinggalan, seorang penambang belerang yang biasa melakukan aktivitas di Kawah Ijen pun didaulat ke atas panggung. "Saya senang bisa nonton jazz di sini. Saya belum pernah nonton jazz selama ini," kata Madrusin yang menjadi penambang belerang sejak tahun 1980 itu.
Jazz Ijen Banyuwangi ini merupakan 'pemanasan' menuju Banyuwangi Beach Jazz Festival pada 6 Desember mendatang. Dua event jazz ini juga menunjukkan dua budaya, yaitu budaya bahari dan budaya perkebunan sekaligus merepresentasikan dua destinasi wisata unggulan di Banyuwangi, yaitu pantai dan gunung.
"Semoga event jazz malam ini kembali menggairahkan kunjungan wisatawan ke Ijen setelah hutannya di atas terbakar beberapa hari lalu. Jangan lupa jaga kebersihan lingkungan alam di kawasan Ijen," kata Bupati Anas.
Jpnn.com, Detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar