Upaya sinergi pemerintah daerah, perbankan, dan pelaku usaha
berbagai bidang di Banyuwangi, Jawa Timur, untuk mengelola laju inflasi
membuahkan hasil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, inflasi di
Banyuwangi pada Juli 2014 sebesar 0,24 persen. Angka itu berada di bawah
inflasi Jatim sebesar 0,48 persen dan inflasi nasional 0,93 persen.
Inflasi di Banyuwangi tercatat yang terendah di Jatim
dibandingkan dengan kabupaten/kota yang menjadi patokan penentuan indeks harga
konsumen (IHK). Pada periode tersebut, inflasi tertinggi di Jatim terjadi di
Probolinggo 0,99 persen; disusul Sumenep 0,89 persen; Kediri sebesar 0,73
persen; Madiun sebesar 0,61 persen; Malang sebesar 0,49 persen; Surabaya 0,42
persen; dan Jember sebesar 0,41 persen.
"Sebagai catatan, inflasi di Banyuwangi sebesar 0,24
persen tidak saja terendah se-Jatim, tetapi juga termasuk ke dalam lima
kota/kabupaten yang inflasinya terendah se-Indonesia," ujar Kepala BPS
Jatim M. Sairi Hasbulllah dalam penjelasan resminya.
Adapun laju inflasi Banyuwangi tahun kalender (Januari
2014-Juli 2014) mencapai 2,24 persen, lebih rendah dibanding inflasi tahun
kalender Jatim sebesar 2,66 persen dan nasional 2,94 persen.
Inflasi yang rendah tersebut menunjukkan kenaikan harga
barang di Banyuwangi sangat kecil, yang dengan sendirinya merepresentasikan
pengelolaan harga yang baik dari hasil sinergi pemerintah daerah, perbankan,
BUMN, dan dunia usaha swasta yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID).
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, laju
inflasi yang relatif rendah tersebut terjadi berkat koordinasi yang baik di
TPID. Pemkab Banyuwangi juga menjalin sinergi dengan BPS untuk menyajikan data
secara lebih cepat, yaitu tiap triwulan bahkan sebulan sekali. "Kami ingin
dapat masukan lebih cepat untuk membuat kebijakan atas masalah yang ada.
Sehingga misalnya saat ada sumber-sumber inflasi yang terdeteksi bermasalah,
biar bisa segera diredam," papar Anas.
Sejumlah langkah pengendalian inflasi yang dilakukan di
Banyuwangi antara lain mendorong diversifikasi pangan, memutus informasi yang
tak simetris terkait level harga, perbaikan infrastruktur sebagai jalur
distribusi, hingga melakukan operasi pasar.
Soal diversifikasi pangan, misalnya, Banyuwangi membuat
Gerakan 10.000 Kolam Pekarangan. Warga didorong memanfaatkan pekarangan
rumahnya untuk dibuat semacam kolam kecil. Pemkab Banyuwangi memfasilitasi
benih dan fasilitas lain seperti terpal. Hingga saat ini, sudah ada 9.800 kolam
di rumah-rumah warga. "Jadi konsumsi ikan sebagai pengganti daging sapi
yang harganya kerap berfluktuasi. Warga juga bisa menjual ikannya saat dipanen.
Jadi satu sisi bisa hemat pengeluaran keluarga, di sisi lain juga bisa
meningkatkan pendapatan keluarga," beber Anas.
Program 10.000 Kolam Pekarangan tersebut juga ikut
mendongkrak produksi perikanan budidaya di Banyuwangi, dari 21.760 ton pada
2012 menjadi 22.748 ton pada 2013.
Adapun untuk komoditas pangan seperti beras, Banyuwangi
mengelola stok sehingga tidak terjadi lonjakan harga saat permintaan meningkat
seperti saat Lebaran. Setiap tahun Banyuwangi mempunyai surplus beras sekitar
250.000 ton yang dikirim ke berbagai daerah. Berkat pengembangan varietas,
produktivitas padi di Banyuwangi melampaui produktivitas nasional.
Produktivitas padi Banyuwangi 6,5 ton per hektare, secara nasional
produktivitas sekitar 5,5 ton per hektare.
Anas menambahkan, inflasi bukan hanya terkait pengelolaan
jumlah uang beredar atau wilayah kebijakan moneter, tapi juga berkaitan erat
dengan masalah-masalah kebijakan pemerintah atau wilayah kebijakan fiskal.
"Contohnya, inflasi terkait erat dengan kualitas infrastruktur. Jika
infrastruktur tak mendukung, biaya distribusi melonjak. Karena itu, kami
membangun 300 kilometer jalan tiap tahun. Ke depan terus ditingkatkan karena
wilayah Banyuwangi sangat luas dan masih ada yang infrastrukturnya belum memadai,"
papar Anas.
Dengan mengelola dan mengendalikan laju inflasi, lanjut
Anas, daya beli warga akan terjaga. Sehingga, konsumsi bisa terus tumbuh.
"Selain investasi baru dan mendorong aktivitas ekspor, konsumsi penting
untuk menggerakkan ekonomi," tutur Anas.
Jpnn.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar