Apa jadinya kalau pedasnya nasi pecel dan sedapnya kuah rawon berpadu sempurna
dalam satu piring? Itulah pecel rawon Banyuwangi yang siap menggoyang lidah
Anda.
Pecel rawon atau rawon pecel menjadi makanan khas
Banyuwangi, kabupaten di ujung paling timur Pulau Jawa itu. Makanan ini mudah
didapati mulai dari restoran hingga warung-warung kaki lima dengan harga Rp
5.000 per porsi hingga Rp 10.000. Salah satu warung makan pecel rawon yang
ternama adalah Rumah Makan Pecel Ayu di Jalan Laksda Adisucipto 60, Banyuwangi,
Jawa Timur.
Pecel rawon disajikan lengkap dengan menu lauk-pauknya. Jika
Anda pesan seporsi pecel rawon, akan datang sepiring nasi pecel yang berisi
sayuran rebus, seperti bayam, taoge, kacang panjang, dan sambal pecel, ditambah
kuah rawon. Pelengkapnya, udang goreng, empal sapi, ragi, paru goreng kering,
dan remukan rempeyek kacang.
Paduan sambal pecel dan kuah rawonlah yang menjadi
keistimewaan pecel rawon Ayu. Menurut Sulistyawati (53), pemilik Rumah Makan
Pecel Ayu, bumbu sambal pecel diracik sendiri. Cabai yang digunakan pun hanya
cabai rawit merah. Hasilnya, walaupun dicampur dengan kuah rawon, rasa gurih
kacang dan pedasnya cabai tak kehilangan rasa.
Kuah rawon kaya dengan rasa rempah dan kaldu. Rasa manis
yang biasanya ada di kuah rawon tidak terasa dominan. Hal inilah yang justru
membuat paduan pecel dan kuah rawon menjadi pas karena sebagian rasa manis
sudah didapatkan dari guyuran sambal pecel.
”Tidak ada bumbu yang rahasia, hanya bumbu rawon biasa,
seperti keluwak, jahe, kencur, kunir, dan daun jeruk,” kata Sulistyawati
membeberkan resepnya.
Untuk menghasilkan rawon beraroma rempah dan berasa gurih,
berbagai macam rempah itu dihaluskan, kemudian disangrai agar aroma sedap
masing-masing bumbu menyatu. Setelah disangrai, bumbu pun diperas dan hanya air
perasan yang dipakai untuk bahan memasak. Air perasan bumbu itu kemudian
dicampur dengan air kaldu hasil rebusan daging sapi dan paru.
Di Pecel Ayu, pecel rawon dihidangkan tanpa daging rawon,
kecuali ada permintaan. Adapun paru, diiris tipis dan digoreng kering sebagai
lauk pelengkap pecel rawon. Peyek udang, peyek kacang, ragi kelapa, ataupun
sambal menemani hidangan pecel rawon.
Dalam setiap penyajian, Sulistyawati tidak sembarangan
meracik pecel rawon. Ia selalu meracik dengan urutan tertentu. Piring ia isi
dengan nasi dan sayur rebus terlebih dulu. Setelah itu, nasi sayur ia guyur
dengan kuah rawon. Baru kemudian dia menambahkan sambal pecel sebagai topping.
Menurut dia, dengan penyajian berurutan seperti itu, gurih dan pedasnya sambal
pecel tetap terasa.
Khusnul Khotimah (39), pelanggan Pecel Ayu selama 17 tahun,
mengakui, paduan pecel dan rawon jauh lebih enak dibandingkan makan pecel saja
atau rawon saja.
Berkembang pesat
Sajian pecel rawon sudah umum di Banyuwangi. Namun,
Sulistyawati memastikan pada tahun 1975 hidangan pecel rawon belum pernah ia
jumpai. Perempuan asli Banyuwangi ini mengawali berjualan pecel rawon pada
tahun 1988 dengan gerobak di pinggir jalan kawasan Singomatan, Kota Banyuwangi.
Saat itu sudah banyak penjual pecel rawon dari kelas kaki lima hingga restoran.
Ketika Sulistyawati mulai berjualan dengan gerobak di
pinggir jalan kawasan Singomatan pada tahun 1988, pecel rawon sudah populer.
Sulistyawati beruntung saat itu memiliki seorang pembantu yang pintar memasak,
yakni almarhum Sumini. Dari Sumini-lah, Sulistyawati mempelajari resep rawon
dicampur pecel. ”Beliau yang mengajari saya cara memasak pecel rawon dengan
sedap.”
Rumah makan Sulistyawati terus berkembang. Setelah enam
tahun berjualan di pinggir jalan, pada tahun 1994 Sulistyawati mengontrak
sebuah rumah di dekat Kantor Pemerintah Daerah Banyuwangi. Usaha berkembang
pesat dan pada tahun 1997 Sulistyawati mampu membeli rumah di Jalan Adisucipto
yang menjadi lokasi usahanya hingga kini.
Rumah Makan Pecel Ayu yang kini ia tempati awalnya hanya
sebesar ruang tamu dan ruang tengah, tetapi kian hari kian berkembang setelah
ia membeli rumah sebelah warungnya. Kini sisi utara yang berupa teras pun diisi
dengan kursi dan meja makan. Jika dulu Sulistyawati bekerja dengan dua
karyawan, kini ia dibantu 11 karyawan.
Ia membuka warung dari pukul 07.00 hingga pukul 21.00. Hanya
pada Lebaran warungnya tutup selama sepekan. Warung itu pun tak pernah sepi.
Jumlah pembeli diperkirakan mencapai 400 hingga 600 orang per hari. ”Sulit
mengukur berapa kebutuhan bahan baku harian. Yang jelas, dalam sehari saya
harus berbelanja sekitar 30 kg daging, udang, dan paru,” katanya.
Harga yang murah menjadi daya tarik dari rumah makan ini.
Untuk satu porsi pecel rawon komplet dengan berbagai lauknya, Henny (21),
mahasiswa universitas swasta di Banyuwangi, hanya merogoh kocek Rp 9.000 per
porsi. Porsinya pun pas, tidak terlalu banyak, tapi juga tak sedikit. ”Yang
jelas, saya selalu habis satu piring,” kata Henny. Untuk minuman, Rumah Makan
Pecel Ayu mempunyai menu es dawet dan es campur. Kedua minuman itu menjadi
minuman favorit para pembeli di Pecel Ayu, bersanding dengan hangatnya pecel
rawon. Mantap.
Kompas.com
Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar