Berbicara kuliner di Kabupaten Banyuwangi yang terkenal
dengan julukan "Sunrise of Java" tidak bisa dilepaskan dengan rujak
soto. Kuliner nyentrik perpaduan antara rujak sayur dengan soto babat
menghasilkan rasa unik yang selalu dicari.
Rujak yang digunakan adalah campuran sayur mayur dengan
bumbu kacang serta petis. Untuk pedasnya, bisa disesuaikan dengan pesanan dari
konsumen. Bumbu kacang dicampur dengan garam, kacang goreng, gula merah, asam
dan juga pisang klutuk (pisang batu) muda.
Menurut Mbak Atun, salah satu penjual rujak soto di Desa
Sukowidi, Kecamatan Kalipuro, pisang klutuk merupakan bahan yang wajib dalam
rujak soto. "Pisang klutuk ini akan memberikan rasa khas di rujak soto.
Kalau nggak ada pisang klutuk rasanya kurang mantep," katanya.
Setelah bumbu siap tinggal dicampur dengan campuran sayur
yang direbus seperti kangkung, kacang panjang, kubis dan juga potongan tahu dan
tempe yang digoreng. Setelah selesai, rujak diwadahi mangkuk dan tinggal
dituangi kuah soto babat sapi. "Kalau ada yang mau biasanya ditambah
lontong," kata Mbak Atun.
Untuk soto, Mbak Atun memilih soto yang berisi babat, usus
dan tetelan daging sapi. Ia bercerita cara membuat soto sama seperti soto pada
umumnya. "Bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, kemiri merica. Terus
disangrai dan dimasak dengan babat usus dan tetelan daging sapi. Ditambahkan
juga dengan bawang prei, lengkuas, daun jeruk, serai, seledri. Kalau sudah siap
tinggal dituangkan ke campuran rujak dan diberi bawang goreng, telur asin dan
krupuk. Kalau suka bisa ditambahkan dengan kecap manis," jelasnya.
Mbok Atun membandrol rujak soto lengkap dengan telur asin
seharga Rp 10.000. "Murah, meriah, enak dan kenyang," katanya.
Langganan Mbak Atun bukan hanya warga di sekitar warungnya
tapi juga dari luar kota. "Banyak orang asli Banyuwangi yang tinggal di
luar kota mampir ke sini kalau pas pulang kampung. Mereka biasanya menikmati
pas waktu makan siang," ungkapnya.
Lalu sejak kapan rujak sota masuk Kabupaten Banyuwangi?
Menurut budayawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan kepada Kompas.com, Kamis
(16/1/2014), pada tahun 1970-an ada lagu yang berjudul Rujak Singgol yang
menjelaskan beberapa nama rujak yang ada di wilayah Banyuwangi.
"Di lagu yang berjudul Rujak Singgol disebutkan
beberapa nama rujak, namun nama rujak soto masih belum disebutkan dalam lagu
itu. Ada rujak uni, rujak locok, rujak lethok, rujak kecut, rujak cemplung.
Namanya semuanya mengarah kepada bahan nama yang digunakan rujak atau mengolah
rujak. Seperti rujak wuni yang dibuat dari buah wuni yang rasanya asam,"
jelasnya.
Menurut Hasnan, rujak soto baru muncul setelah tahun 1970-an
dan merupakan hasil dari keisengan penikmat rujak di Banyuwangi.
"Muncul juga rujak bakso dan pecel rawon. Tapi yang
identik dengan Banyuwangi adalah rujak soto karena rasa dan perpaduannya memang
unik. Seperti akhir dari lagu 'Rujak Singgul', Durung weruh rasane mageh arane,
nganeh anehi yang artinya, belum tahu rasanya, masih namanya saja sudah aneh.
Seperti itulah rujak soto," jelas Hasnan sambil menyanyikan lagu 'Rujak
Singgul'.
Penasaran? Nah jangan bilang pernah mengunjungi Banyuwangi
kalau belum menikmati rujak soto. Anda akan menikmati eksperimen kuliner
campuran yang rasanya unik dengan sensasi yang istimewa.
Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar