Dari 1.200 lebih tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten
Banyuwangi yang bekerja di Malaysia, sekitar 80 persen ilegal dan tidak
memiliki dokumen resmi.
"Mereka kebanyakan bekerja di sektor perkebunan dan
masuk ke Malaysia dengan menggunakan paspor kunjungan wisata. Jarang sekali ada
yang menggunakan jalur resmi," kata Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia
(SBMI) Banyuwangi Muhammad Kadir, Senin (20/1/2014).
"Biasanya perekrutan besar-besaran tenaga kerja
Indonesia, terutama laki-laki, ketika musim panen kelapa sawit. Namun ketika
musim panen selesai, biasanya akan ada sweeping besar-besaran terhadap tenaga
kerja untuk dideportasi," sambung dia.
Menurut Kadir, hal itu menjadi siklus rutin yang sekaligus
menunjukkan kelemahan pemerintah untuk melindungi hak warga negara. Kelemahan
ini terutama untuk masalah administrasi karena mayoritas pekerja menggunakan
"jalur tikus".
"Mereka menggunakan visa kunjungan, kemudian mencari
izin kerja, kemudian tinggal di Malaysia," ujarnya.
Kadir menjelaskan, jumlah terbanyak tenaga kerja tersebut
adalah laki-laki, berasal dari wilayah Banyuwangi selatan, seperti Kecamatan
Bangorejo, Purwoharjo, dan Tegalsari.
Alam Sudrajat, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Banyuwangi, juga mengakui bahwa banyak TKI asalBanyuwangi yang ilegal di Malaysia. "Tapi trennya tiap tahun terus menurun
karena kami sering sekali memberikan sosialiasi kepada masyarakat mengenai
bagaimana prosedur menjadi tenaga kerja Indonesia yang legal. Terlihat juga,
jumlah tenaga kerja yang berangkat dari PT yang terdaftar pun bertambah,"
ungkapnya.
Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar