PROFESI PILOT: PROSPEK DAN KENDALANYA

Sekolah pilot negeri Banyuwangi.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, membentang dengan lebih dari 17 ribu pulau. Konektivitas merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pemerataan pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu, arus pergerakan manusia dan barang menjadi hal yang sangat mutlak.

BJ Habibie, mantan presiden Indonesia, menyatakan bahwa transportasi udara menjadi kunci untuk menyatukan Indonesia. “Kalau Australia, saya masih bisa naik kereta api, Amerika Serikat saya masih bisa naik kereta api atau bus. Di sini bagaimana? Satu-satunya ya kapal terbang,” tegasnya ketika berbincang dengan detikFinance beberapa waktu lalu.

Namun, Indonesia ternyata masih kekurangan salah satu faktor penting untuk mengembangkan transportasi udara yaitu sumber daya manusia. Ya, Indonesia kekurangan tenaga penerbang alias pilot.

“Kebutuhan kita sekitar 700-750 pilot per tahun, sementara sampai saat ini kemampuan hanya 300-an. Kita harus terus memperkecil jenjang antara kebutuhan dengan pasokan, perlu ditingkatkan,” kata Bambang S Ervan, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan.

Untuk memperkecil jarak tersebut, pemerintah melakukan upaya dengan membangun sejumlah sekolah penerbang. Sudah ada satu sekolah yang berlokasi di Curug (Tangerang) dan kini pemerintah telah meresmikan satu lagi yaitu Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (LP3B). Sekolah tersebut terletak di sisi Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Jaraknya sekitar 100-200 meter dari bandara tersebut.

“Sarana dan prasarana sudah dalam tahap akhir dan bisa diresmikan. Dibangun mulai Juni 2013 dengan nilai Rp 39 miliar,” kata Sigit Wijayanto, Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek LP3B.
Sekolah penerbang di Banyuwangi ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Mulai dari tiga unit flight simulator, asrama dengan kapasitas 80 taruna, hangar berkapasitas 12 pesawat, lima unit pesawat latih, sampai ruang poliklinik.

LP3B sendiri merupakan pengembangan dari Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Surabaya. “ATKP bertujuan untuk mendidik taruna menjadi kru ATC atau teknisi. Kami ingin meningkatkan kapasitas dengan mendidik taruna menjadi pilot. LP3B adalah pilot project,” kata Bambang.

Santoso Eddy Wibowo, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan, mengatakan saat ini sudah ada 47 taruna yang menempuh pendidkan di LP3B. Dari jumlah tersebut, 11 diantaranya adalah siswa-siswi asal Papua dan Papua Barat.

“Loka pendidikan ini adalah salah satu sekolah yang dibentuk untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas penerbang. Saya minta kita dapat merawat fasilitas ini, jangan sampai ditutup karena tidak memenuhi persyaratan. Kalau kurang katakan kurang, kita perbaiki agar mutunya baik,” papar Santoso.

BANYUWANGI, PRIMADONA SEKOLAH PILOT

Bandara Blimbingsari di Banyuwangi (Jawa Timur) memang tidak terlalu luas. Namun daerah ini seakan menjadi surga bagi mereka yang ingin belajar menjadi penerbang alias pilot.

“Banyuwangi diincar oleh banyak sekolah penerbang karena kondisinya ideal. Banyuwangi punya enam area udara untuk latihan,” kata Biyan Barlian, salah satu instruktur di Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (LP3B).

Wilayah udara Banyuwangi memenuhi sejumlah kriteria untuk menjadi tempat praktik bagi sekolah penerbang. “Bukan di atas perumahan, laut tidak jauh dari daratan, tidak banyak dilalui traffic penerbangan komersial, dan minim obstacles seperti gunung, BTS (Base Transceiver Station), atau SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi,” papar Biyan.

LP3B sendiri merupakan sekolah penerbang yang baru belakangan beroperasi di Banyuwangi. Sebelumnya sudah ada Bali International Flight Academy (BIFA), sekolah penerbang swasta, yang membuka lini bisnis di Banyuwangi. Nantinya akan ada lagi sekolah penerbang yang bakal beroperasi di Banyuwangi, yaitu Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Namun, maraknya pihak yang membuka sekolah penerbang di Banyuwangi tidak selamanya berdampak positif. “Saya sudah berkirim surat kepada Kementerian Perhubungan supaya itu (izin kepada MUFA) menjadi yang terakhir dikeluarkan untuk sekolah pilot disini. Supaya tidak padat,” tegas Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi.

Menanggapi hal tersebut, Santoso Eddy Wibowo, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan, menyatakan ke depan perekonomian Banyuwangi akan terus berkembang sehingga semakin banyak rute penerbangan komersial yang akan singgah di daerah ini. Namun keberadaan sekolah penerbang tetap perlu mendapatkan perhatian.

“Jangan sampai sekolahnya minggir, harus seimbang. Kita harus membuat masterplan untuk flight sehingga sekolahnya tidak tergusur,” kata Santoso.

Salah satu upaya untuk menjaga eksistensi sekolah penerbang, lanjut Santoso, adalah membuat fasilitas untuk penerbangan di malam hari khusus untuk praktik sekolah penerbang. “Boleh 1-2 kali penerbangan malam untuk komersial, tetapi utamanya untuk latihan pilot,” ujarnya.

BIAYA JADI KENDALA
Penerbang atau pilot merupakan salah satu profesi idaman. Tidak heran karena profesi ini menjanjikan kesempatan untuk berkeliling dunia dan tentunya bergaji tinggi.

Namun, ternyata Indonesia kekurangan tenaga pilot. Jika kondisi yang ada terus terjadi, maka Indonesia akan kekurangan 1.800 pilot pada 2015.

Kira-kira apa faktor yang membuat anak-anak Indonesia enggan menjadi supir pesawat terbang? “Yang membuat orang-orang menjadi kurang tertarik mungkin karena untuk menjadi pilot biayanya mahal,” kata Biyan Barlian, salah seorang instruktur di Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (LP3B).

Di sekolah penerbang swasta, lanjut Biyan, biaya untuk menjalani pendidikan pilot bisa mencapai Rp 500-600 juta. “Jadi mungkin faktor ini yang menjadi hambatan utama,” ucap pria berusia 22 tahun tersebut.

Namun, Biyan menilai biaya yang lebih terjangkau bisa didapatkan di sekolah penerbang milik pemerintah alias negeri. Saat ini sudah ada dua sekolah penerbang negeri, yaitu Sekolah Tinggi Penerbang Indonesia (STPI) di Tangerang dan LP3B.

Soal biaya, tidak sampai ratusan juta rupiah. Biyan yang merupakan lulusan STPI mengaku menghabiskan biaya sekitar Rp 50 juta selama menempuh pendidikan penerbang.

“Kalau di LP3B biayanya berkisar Rp 75-80 juta, sampai lulus. Itu mulai dari masuk sampai lulus pendidikan selama 18 bulan. Biayanya jauh sekali dengan sekolah swasta,” kata Bambang S Ervan, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan.
Sekolah penerbang negeri, lanjut Bambang, memiliki kualitas yang setara dengan sekolah-sekolah di luar negeri. Bahkan dia mewanti-wanti kepada orang tua yang ingin memasukkan anaknya ke sekolah penerbang di luar negeri karena ada yang ternyata tidak sesuai harapan.

“Jangan terkecoh, cari informasi yang sebenar-benarnya. Banyak sekolah di luar negeri yang hanya mengajar ground school, tidak ada pendidikan terbangnya. Kami mendapat laporan seperti itu di Filipina,” tegas Bambang.

Selain pilot, Indonesia juga kekurangan instruktur penerbang terutama untuk sekolah negeri. “Kalau kami membuka enam lowongan, yang mendaftar cuma satu,” ujar Bambang.

Keengganan untuk menjadi instruktur di sekolah negeri, demikian Bambang, karena faktor gaji. “Kalau mendaftar di sekolah negeri berapa gajinya? Di komersial berapa gajinya? Makanya pilot-pilot yang menjadi instruktur itu dedikasinya tinggi,” tuturnya.

Di perusahaan penerbangan komersial, menurut Bambang, gaji awal seorang penerbang bisa mencapai US$ 2.500 per bulan. “Kalau jadi pegawai negeri, semua orang tahu lah. Apalagi remunerasi Kemenhub baru sekitar 50% dari Kemenkeu,” keluhnya.

SYARAT-SYARAT JADI PILOT
Penerbang atau pilot merupakan profesi dengan tanggung jawab besar. Bagaimana tidak, nyawa ratusan penumpang di udara tergantung dari kemahiran sang pengemudi pesawat terbang. Oleh karena itu, bisa dibilang pilot adalah mereka yang terpilih.

Faktor itu pula yang menjadikan tidak mudah untuk masuk ke sekolah penerbang. Selain kondisi fisik yang prima, dibutuhkan kemampuan berpikir yang cepat dan tepat.

Apa saja syarat bagi yang tertarik masuk sekolah penerbang? “Jurusan harus IPA. Kemudian tinggi badan untuk perempuan minimal 165 cm dan laki-laki 170 cm,” kata Biyan Barlian, salah seorang instruktur di Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (LP3B).

Seorang penerbang, lanjut Biyan, juga harus memiliki pengelihatan yang mumpuni. “Jadi saat di ketarunaan mata tidak boleh minus. Tetapi setelah lulus boleh pakai kacamata,” ujarnya.

Bambang S Ervan, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, menilai kalau hanya syarat-syarat dasar atau kemampuan umum banyak orang yang mampu menjadi pilot. Namun ada ujian yang tidak mampu dilalui para calon siswa di sekolah penerbangan yaitu tes bakat.

“Salah satunya adalah simulasi ketika menghadapi masalah. Harus cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Namun ternyata banyak yang justru mendapat penilaian lari dari masalah,” tegas Bambang.

Jika sudah berhasil masuk sekolah penerbangan, maka bukan berarti perjuangan sudah selesai. Siswa harus menjaga disiplin dengan baik.

“Murid-murid harus disiplin. Keras, tapi tidak dengan kekerasan. Kalau terlalu lembek, kepala sekolahnya saya evaluasi. Kalau kepala sekolahnya keras, itu memang pesan saya. Harus tegas, karena nantinya pilot membawa nyawa,” ucap Santoso Eddy Wibowo, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan.

Detik.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online
Adbox

@templatesyard