Bali menjadi tujuan promosi karena Pemkab Banyuwangi mengincar turis asing yang berada di Pulau Bali untuk ditarik berkunjung ke Banyuwangi. Bagi Banyuwangi, Bali menjadi salah satu kunci bagi promosi wisata Bumi Blambangan karena faktor kedekatan secara geografis.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, tingkat
kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali hingga kuartal III/2013
(Januari-September 2013) mencapai 2,4 juta orang. Jika 2 persen saja bisa
ditarik ke Banyuwangi, maka ada 48.000 wisatawan asing ke Banyuwangi lewat
Bali. Jika 3 persen maka ada 72.000 turis asing masuk Banyuwangi. Jika 10
persen, maka ada 240.000 turis asing berhasil digaet Banyuwangi melalui Bali.
"Kami berupaya menarik turis asing yang ada di Bali
untuk masuk ke Banyuwangi, berselancar di pantai-pantai kami seperti Pantai
Plengkung dan Pulau Merah. Selain itu, bisa ke Kawah Ijen, Pantai Sukamade,
atau Desa Wisata Osing. Kami tawarkan jenis wisata yang beda dengan Bali,
seperti Pantai Plengkung itu ombaknya jauh lebih bagus daripada pantai-pantai
yang ada di Bali," ujar Anas, di Kuta, Bali, Minggu (1/12/2013).
Sejumlah cara digelar di kabupaten yang dijuluki "The
Sunrise of Java" ini untuk menarik minat turis asing yang ada di Bali. Di
antaranya adalah dengan membuka outlet khusus Banyuwangi di kawasan Kuta, Bali,
tepatnya di Jalan Raya Tuban, Badung. Outlet tersebut merupakan hasil sinergi
Pemkab Banyuwangi dan Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) yang ada di Pulau
Bali atau biasa disebut Ikawangi Dewata. Pemkab Banyuwangi menyewa outlet ini
Rp 75 juta per tahun dan dalam operasionalnya dilakukan oleh Ikawangi Dewata.
Selain menjadi pusat informasi wisata dan investasi
Banyuwangi, outlet itu menyediakan berbagai macam produk usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) Banyuwangi. Mulai dari kaus, kerajinan tangan, batik, sampai
makanan. UMKM-UMKM Banyuwangi diberdayakan untuk menyuplai produk di outlet
tersebut.
"Semoga outlet ini bisa menjadi corong informasi dan
promosi tentang Banyuwangi, baik dari sisi pariwisata, investasi, maupun
hal-hal positif lainnya," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat
meresmikan gerai tersebut, Minggu (1/12/2013), didampingi Wakil Bupati Yusuf
Widiatmoko.
Anas mengatakan, sinergi dengan Ikawangi Dewata dilakukan
untuk memperkuat jejaring Banyuwangi di Pulau Bali. Keluarga Banyuwangi di
Pulau Bali memang cukup kuat dan berakar dengan berbagai profesi.
"Kami harus bersinergi dengan kelompok masyarakat biar
larinya program promosi ini lebih kencang," ujar Anas.
KUMPULKAN TRAVEL AGENT
Selain membuka outlet khusus Banyuwangi di Kuta, Bali,
Pemkab Banyuwangi mengumpulkan 118 biro perjalanan wisata atau travel agent
yang ada di Bali, Minggu (1/12/2013) malam. Para travel agent itu diharapkan
menjadi andalan pemasaran wisata Banyuwangi kepada para turis asing yang ada di
Bali.
Anas mengatakan, salah satu karakter konsumen wisata adalah
high involvement. Mereka akan mencari info sendiri tentang bagaimana daerah
yang akan dituju. Hal ini tentu saja berkaitan dengan wisata sebagai jenis
kebutuhan yang masuk kategori tersier dengan harga yang relatif mahal. Karena
itu, ketersediaan dan distribusi informasi menjadi kunci.
"Informasi tentang perkembangan Banyuwangi dan obyek
wisatanya harus dikuasai travel agent. Karena itulah, kami kumpulkan travel
agent yang ada di Bali untuk kami beri informasi terbaru tentang
Banyuwangi," jelas Anas.
"Keberadaan travel agent menjadi sangat penting untuk
memberi informasi ke calon wisatawan. Nah, kami ingin memaparkan kemajuan
wisata Banyuwangi, sehingga mereka tidak salah informasi ke wisatawan,"
tutur Anas di sela-sela 'Banyuwangi Gathering Night', Minggu (1/12/2013) malam
di Denpasar, Bali.
Anas mencontohkan, perbaikan infrastruktur jalan disampaikan
ke para travel agent. Banyuwangi tiap tahun membangun 250 kilometer jalan, dan
tahun 2013 ditingkatkan menjadi 300 kilometer. Akses jalan ke tempat wisata
seperti Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah diperbaiki. Sarana sanitasi juga
diperbaiki, sehingga wisatawan bisa nyaman di tempat wisata.
"Kami juga sampaikan perbaikan-perbaikan lain seperti
penataan kota dan kecamatan yang makin hijau. Juga soal pengembangan sanggar
seni untuk atraksi wisata seni-budaya," tutur Anas.
Menurut Anas, dampak dari strategi outlet khusus Banyuwangi
dan temu travel agent di Bali diharapkan muncul efek word of mouth (WOM) alias
kekuatan pemasaran dari mulut ke mulut.
"Kami ingin menciptakan conversation yang positif
tentang Banyuwangi di kalangan travel agent dan masyarakat luas. Strategi ini
kami padukan dengan kampanye di media konvensional dan media sosial seperti
Twitter dan Facebook. Video tentang wisata Banyuwangi juga sudah kami unggah di
Youtube, dan sudah dilihat ribuan kali," tambah Anas.
BELAJAR KELOLA DESA WISATA
Sebelumnya,
Pemkab Banyuwangi mengajak 22 kepala desa di Banyuwangi yang wilayahnya
berpotensi dan mempunyai daya tarik wisata ke Bali untuk belajar cara
mengembangkan desa wisata.
Para kepala
desa itu diajak mengunjungi Desa Wisata Batu Bulan dan Penglipuran, Kamis
(28/11/2013). Dari kedua desa adat itu, para kepala desa belajar tentang
pengelolaan desa wisata berbasis pemberdayaan masyarakat.
"Kami
ajak kepala desa untuk melihat pengelolaan desa wisata yang profesional. Kami
ajak ke yang konsepnya cocok dan bisa diterapkan di daerah kami," ujar
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
"Desa
wisata punya potensi besar, terutama untuk segmen wisatawan yang tertarik
menyelami kekayaan seni-budaya masyarakat Osing," katanya. Osing adalah
suku asli Banyuwangi.
Secara garis
besar, desa wisata bisa diartikan
sebagai konsep wisata terintegrasi di sebuah wilayah yang memadukan antara
potensi wisata lokal berupa produk seni-budaya dan keindahan alam, akomodasi,
dan fasilitas pendukung lainnya.
Anas
mengatakan, di Banyuwangi terdapat sejumlah daerah yang bisa dikembangkan
menjadi desa wisata. Satu desa wisata yang sudah ada adalah Desa Wisata Kemiren
yang kini semakin diminati wisatawan. Potensi itulah yang akan terus
dikembangkan untuk menopang pembangunan wisata di Banyuwangi.
Desa Wisata
Osing yang terletak di daerah Kemiren, sekitar 15 menit perjalanan dari pusat
kota Banyuwangi dengan menggunakan kendaraan bermotor, sedikitnya terdapat 32
acara budaya, di mana 18 di antarannya berupa kesenian. Di antara kekayaan seni
budaya itu terdapat tradisi Ndog-ndogan, Penampan, Ider Bumi, Tari Gandrung,
Angklung Paglak, dan lain sebagainya.
Kekayaan
seni-budaya itu berpadu dengan kekhasan lokal lain seperti rumah adat dengan
arsitektur khas Osing yang mencerminkan keramahan dan sikap egaliter. Warisan
budaya agraris juga kental di mana ada pola bertani tradisonal, seperti
penggunaan baling-baling kayu (disebut kiling) untuk mengusir hama yang bisa
mengganggu tanaman.
Anas
menekankan, pengembangan pariwisata Banyuwangi didasarkan pada konsep pelibatan
sumber daya lokal, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber
daya institusional. "Masyarakat harus terlibat. Institusi lokal seperti
kelompok pemuda, koperasi warga, atau kelompok perempuan didorong jadi ujung
tombak pemasaran wisata," tuturnya.
Wisatawan
yang datang ke destinasi desa wisata juga bisa menginap di rumah penduduk,
mempelajari cara hidup mereka, dan makan makanan setempat. Sehingga, masyarakat
lokal tidak hanya dijadikan sebagai obyek turis belaka, melainkan sebagai
''tuan'' bagi diri mereka sendiri, wirausahawan, penyedia jasa, sekaligus diberdayakan
sebagai pekerja.
"Di
Desa Wisata Osing Banyuwangi ada rumah yang biasa dijadikan homestay.
Sanggar-sanggar seni hidup. Cara penyajian kopi juga khas, bahkan wisatawan
bisa ikut memproses dan menggoreng kopi," kata Anas.
"Kami
menekankan bahwa pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata harus berbasis
pada akar sosial-budaya dan ekonomi masyarakat setempat. Tren global wisata
saat ini adalah melihat kembali kearifan timur, ini yang akan kami manfaatkan
untuk menggarap sektor wisata di Banyuwangi. Salah satunya melalui desa wisata
adat," kata Anas.
Untuk konsep
pengembangan desa wisata di Banyuwangi, kata Anas, akan difokuskan pada
pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) di mana kelompok
formal dan informal masyarakat dilibatkan untuk mengembangkan potensi desanya.
Pemberdayaan masyarakat desa adalah unsur terpenting dalam pengembangan desa
wisata. Artinya, masyarakat desa memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari
pengembangan desa wisata.
Adapun untuk
pembangunan fisik desa wisata difokuskan guna meningkatkan kualitas lingkungan
desa. "Misalnya bikin ruang pertemuan yang terbuka, tidak pakai pengatur
suhu ruangan. Sehingga daya dukung lingkungan ada, dan ini justru jadi daya
tarik wisatawan," kata Anas
Detik.com, Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar