Sebuah perahu kecil yang biasa disebut "gitik"
sepanjang 5 meter diletakkan di depan panggung yang berada langsung di tepi
laut Pelabuhan Muncar Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (19/11/2013).
Perahu kecil tersebut dihiasi bendera kecil warna-warni,
sedangkan di dalamnya berisi 44 macam kue, buah-buahan, candu, pisang saba
mentah, pisang raja, nasi tumpeng, nasi gurih, nasi lawuh, kinangan sirih dan
berbagai macam hasil pertanian dan berkebunan. Terdapat juga kepala kambing
"kendit" dan juga 2 ekor ayam jantan yang masih hidup.
Perahu kecil atau "gitik" merupakan perlengkapan
penting dalam upacara adat petik laut di Pelabuhan Muncar, Kabupaten Banyuwangi
yang menjadi pelabuhan penghasil ikan terbesar di Indonesia.
Muhammad Hasan Basri, Ketua Panitia Petik Laut Muncar menjelaskan, tujuan dari Petik Laut Muncar adalah untuk mensyukuri
atas rahmat Tuhan yang dilimpahkan dalam bentuk hasil penangkapan ikan.
Selain itu juga sebagai media permohonan agar memperoleh
perlindungan dan dijauhkan dari segala bahaya dan mendapatkan hasil yang lebih
melimpah. "Masyarakat sudah bermukim di wilayah Muncar sebelum tahun
1900-an. Awalnya dilakukan berdasarkan pranatamangsa, namun kemudian
dilaksanakan setiap tanggal 15 bulan Sura penanggalan Jawa," jelasnya.
Malam sebelumnya, masyarakat Muncar melakukan tasyakuran dan
melakukan tirakatan sampai pagi. Lalu sekitar jam 6 pagi, perahu kecil atau
"gitik" diarak keliling perkampungan nelayan dan berakhir di tempat
upacara pelepasan sesaji diiringi dengan perangkat musik kesenian pengiring.
"Sebelum dilarung, di telinga kepala kambing diselipkan
pancing emas. Dan hari ini penyelipan pancing emas dilakukan oleh Wakil Bupati
Banyuwangi Yusuf Widyatmoko," katanya.
Setelah proses penyelipan pancing emas, masyarakat nelayan
Muncar memindahkan "gitik" ke dalam perahu besar yang akan berlayar
ke tengah laut. Diikuti 1.000 kapal rombongan tersebut menuju ke titik larung
yang letaknya sekitar 5 kilometer dari pelabuhan.
Setelah melarung "gitik" ke tengah lautan,
rombongan melanjutkan pelayaran ke wilayah Sembulungan untuk berziarah ke makam
Sayid Yusuf, orang pertama yang dipercaya membuka wilayah tersebut.
Setelah berziarah dan berdoa mereka akan kembali ke
pelabuhan Muncar dan perahu nelayan yang akan mendarat biasanya disiram dengan
air laut sebagi bentuk keberkahan dari Shang Hyang Iwak sebagai Dewi Laut.
"Petik Laut Muncar ini mempunyai nilai budaya unik, penuh falsafah
kehidupan dan kami berharap agar masyarakat terus melestarikannya," kata
Yusuf Widyatmoko.
Wakil Bupati Banyuwangi mengatakan upacara adat Petik Laut
Muncar sudah masuk dalam kalender wisata Kabupaten Banyuwangi sehingga bisa
menarik perhatian para wisatawan baik domestik dan mancanegara.
Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar