SUASANA TEMPO DULU WARGA USING DI FESTIVAL KEMIREN

Batik asli Kemiren , Banyuwangi
Upaya melestarikan dan menjaga budaya tradisional agar tidak tergerus modernisasi dilakukan masyarakat Using Banyuwangi. Mereka menggelar festival adat yang berlokasi di Desa adat Kemiren Kecamatan Glagah, Banyuwangi.

Suasana tradisional begitu kental terasa dengan alunan musik khas Using menjadi atmosfir desa yang ada di sebelah barat 15 Kilometer dari pusat Kota Banyuwangi, ini.

Suara gendang, gamelan dan alat musik perkusi lainnya berpacu seirama menambah suasana tradisional yang masih terjaga.

Humas Festival Kemiren, Matsuki mengatakan para pengunjung juga akan menikmati berbagai ritual seperti Mepe Kasur massal dan upacara adat Tumpeng Sewu.

Bahkan sebelum menggelar festival, masyarakat Using menggelar upacara adat untuk meminta izin leluhur yang bernama Buyut Cili. Rasa hormat warga Kemiren kepada Buyut Cili menjadi bagian dari budaya mereka. Tidak satupun warga Kemiren yang berani mengabaikan perannya.

Rasa hormat tersebut tidak terlepas dari nilai historis kemunculan Desa Kemiren sendiri. Dimana kisah yang berkembang di masyarakat Kemiren, Buyut Cili adalah seorang pelarian dari kerajaan Macan Putih. Nama 'Cili' yang disematkan itu diambil dari kosakata bahasa Using 'Ngili' yang artinya mengungsi.

"Setiap hendak menggelar hajatan apapun, kita selalu ziarah terlebih dahulu ke Buyut," ujar Humas Festival Kemiren, Mastuki, kepada detikcom seusai ziarah di petilasan Buyut Cili, Minggu (6/10/2013).

Sementara bagi para pengunjung festival adat akan disuguhi bermacam adat budaya asli Kemiren mulai dari mebeler, sepeda onthel, kuliner, hingga kain batik asli Kemiren berusia ratusan tahun ada disini.

Bagi pengunjung yang menjumpai barang-barang jadul dimasa lalu menjadi kenangan tersendiri. Namun bagi pengunjung yang lahir di era tahun 90 an menjadi pengalaman tersendiri. Tidak sedikit pula yang bertanya untuk mengetahui satu persatu sejarah barang jadul yang dipamerkan.

"Saya baru melihat barang jadul ini ya disini, sebelumnya hanya ceritanya saja dari Bapak saya," tutur Iga Brinanda (17), pengunjung Festival Kemiren.

Selain perabot jadul, juga dipamerkan alat pertanian tradisional yang digunakan masyarakat Kemiren. Seperti alat panen padi semacam gunting, dan adapula baling-baling bambu yang disebut dengan Kiling.

BATIK MOTIF KEMIREN
Salah satu yang memikat perhatian pengunjung di Festival Kemiren adalah show room Batik Kemiren motif asli Kemiren. Di desa adat ini, masyarakatnya masih menyimpan batik yang berusia ratusan tahun.

Semisal batik motif motif Gringsing, milik Haidi Bing Slamet (32), yang dipajang di showroom Batik Kemiren. Usia batik milik budayawan muda tersebut sudah turun temurun 5 generasi. Kain batik dengan motif gringsing kuno tersebut sudah langka ditemukan.

"Kain batik milik saya ini sudah 5 generasi dan sekarang hanya menjadi koleksi keluarga saja," ujar pria bertubuh tambun ini ditemui detikcom di showroom Batik Festival Kemiren, Senin (7/10/2013).

Haidi yang akrab dipanggil Edi ini menjelaskan, di Kemiren terdapat banyak motif batik asli suku Using. Diantaranya, Sembruk cacing, gajah oling, Umah tawon, kopi pecah, gedheg'an, gajah mungkung, paras gempal, srimpet, wader kesit, kangkung setingkes, lakaran, juwono, gringsing, garuda mungkur dan sekar jagad.

Motif batik tulis asli Kemiren ini hingga saat ini masih dipertahankan. Namun beberapa diantaranya yang memiliki tingkat kerumitan pembuatannya sulit untuk ditiru pengrajin saat ini. Seperti motif gringsing yang guratan motifnya kecil dan memanjang. Begitu pula degradasi pewarnaan.

"Misal motif Gringsing ini, kalau pengrajin kuno menggunakan canting berukuran kecil. Kalau yang dihasilkan pengrajin sekarang menggunakan canting berukuran besar," urai Edi.

Selain kain batik, masyarakat Kemiren juga memiliki jenis kain tenun kawung atau kuwung. Kain tenun ini biasanya digunakan sebagai sedekah hajatan. Seperti pernikahan atau sunatan. Uniknya, warga Kemiren juga gemar mengkoleksi kain tenun dari daerah lain. Salah satunya sarung Samarinda.

Di showroom Batik Kemiren juga dipamerkan beberapa sarung Samarinda yang sudah berusia 4 generasi. Dulunya, sarung Samarinda yang dipamerkan tersebut adalah sedekah pernikahan warga Kemiren. Yang pada akhirnya diwariskan kepada generasi selanjutnya.


"Harga batik kemiren khususnya hasil produksi zaman dulu tergolong mahal, terlebih yang usianya sudah ratusan. Kebanyakan pemiliknya enggan menjual," tambah Sofyan, yang memiliki batik motif wader kesit berusia 6 generasi.

Detik.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online
Adbox

@templatesyard