Selamatan desa dilakukan sejak pagi. Acara dimulai dengan
'Mepe Kasur' alias menjemur kasur (tempat tidur). Mepe kasur dimulai sejak
pukul 07.00 WIB hingga sinar matahari meredup.
Tradisi mepe kasur di Kemiren merupakan tradisi yang unik.
Sebab, bukan hanya sekedar menjemur kasur. Cara menjemur kasur memang tidak
berbeda dengan di tempat lain. Kasur di tempatkan di depan rumah atau pinggir
jalan, di bawah teriknya matahari.
Namun menjadi unik karena kasur itu dijemur secara
bersamaan. Karenanya di sepanjang kiri dan kanan jalan desa Kemiren terlihat
kasur-kasur dijemur.Kasur yang dijemur juga kasur khusus. Sebab warnanya khas
Kemiren yakni abang cemeng. Abang dalam Bahasa Indonesia berarti merah dan
cemeng berarti hitam.
Abang cemeng merupakan bahasa Using. Sisi atas dan bawah
kasur kapuk itu berwarna hitam, sedangkan kelilingnya berwarna merah.
Mulyoso, seorang warga setempat menjemur tiga kasur abang
cemeng milik keluarganya. Mulyoso tidak mengetahui makna kasur abang cemeng
itu.
"Karena saya bukan asli Kemiren, istri saya yang asli
sini. Namun karena saya hidup di sini, maka saya mengikuti tradisi desa
ini," ujar Mulyoso. Dia mempunyai kasur abang cemeng ketika menikahi istrinya
puluhan tahun lalu.
Mustaki, ketua panitia Festival Kemiren yang juga pemuda
pemerhati adat Kemiren mengatakan, kasur abang cemeng merupakan kasur khas
Kemiren. Pasangan suami istri yang baru menikah pasti mempunyai kasur abang
cemeng.
"Cemeng atau hitam bertujuan menolak bala atau sial,
sedagkan warna merah melambangkan kelanggengan dalam rumah tangga. Jadi setiap
pasangan baru berharap terjauh dari sial dan rumah tanggannya langgeng dengan
kasur abang cemeng," ujar Mastuki.
Tradisi mepe kasur dilakukan setiap awal bulan Dzulhijah dalam
kalender Jawa dan Islam. Tetapi harus dilakukan di malam Senin atau Jumat.
"Jadi digelar setiap tanggal muda di bulan besar atau
Dzulhijah, tetapi harinya malam Senin atau Jumat, alias hari Minggu seperti
sekarang atau hari Kamis seperti tahun lalu," lanjut Mastuki.
Setelah mepe kasur, warga setempat nyekar ke makam buyut
Cili, leluhur desa setempat. Setelah itu, acara arak-arakan barong dan
arak-arakan obor blarak (daun kelapa kering).
Acara selamatan menjadi penutup acara. Dalam selamatan itu,
warga desa membawa nasi tumpeng pecel pitik. Warga membawa nasi dan lauk
khasnya yakni pecel pitik atau ayam.
LOMBA MENGUNYAH SIRIH
Festival Kemiren juga dimeraihkan dengan lomban mengunyah
sirih atau nginang, Minggu (6/10/20130). Lomba ini diikuti puluhan perempuan
berusia lanjut. Mereka berkumpul di ruas jalan utama Desa Kemiren Kecamatan
Glagah, untuk beradu ketangkasan meracik ramuan tembakau, sirih, kapur, gambir
dan pinang lalu digosokkan ke gigi dan gusi masing-masing.
Menurut Ketua panitia, Mastuki, ada beberapa hal yang
dinilai yaitu kelengkapan peralatan nginang, busana, tata cara menginang dan
dialog sesama peserta melalui wangsalan atau berpantun ala Using.
"Wangsalan atau pantun khas Using ini masuk dalam
penilaian karena juga bagian dari tradisi asli masyarakat Using di Desa ada
Kemiren," ujarnya.
Mbah Marhani, salah satu peserta lomba nginang bercerita
jika nginang membuat gigi kuat "Perempuan yang nginang itu tandanya sudah
menikah. Kalau belum menikah tidak bileh nginang," katanya.
Festval Kemiren merupakan rangkaian acara bersih desa yang
dilakukan pada minggu pertama di bulan Dzulhijjah penanggalan Islam dengan
tujuan keselamatan dan keberkahan untuk seluruh desa.
tribunnews.com, Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar