Saatnya perajin tempe dan kedelai beralih ke kedelai lokal.
Di balik hangatnya perbincangan masalah meroketnya harga kedelai, baik impor maupun lokal, mungkin belum banyak yang mengetahui jika Kabupaten Banyuwangi ternyata merupakan salah satu wilayah lumbung kedelai di Provinsi Jawa Timur.
Di balik hangatnya perbincangan masalah meroketnya harga kedelai, baik impor maupun lokal, mungkin belum banyak yang mengetahui jika Kabupaten Banyuwangi ternyata merupakan salah satu wilayah lumbung kedelai di Provinsi Jawa Timur.
Komoditas kedelai memiliki peran strategis dalam memberikan
kontribusi produksi pangan nasional. Dan petani kedelai di Kabupaten Banyuwangi
berhasil memberikan kontribusi sebesar 17,28 % terhadap produksi kedelai Jawa
Timur. Sedangkan produksi kedelai Jawa Timur memberikan kontribusi sebesar
42,51 % terhadap produksi kedelai nasional. Walhasil, Jawa Timur dinyatakan
sebagai provinsi penghasil kedelai terbesar di Indonesia.
Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan Dinas Pertanian,
Kehutanan dan Perkebunan Pemkab Banyuwangi, Ir. Pratmaja Gunawan mengatakan,
sebagai wilayah penghasil kedelai terbesar di Jawa Timur, petani Banyuwangi
mampu memanen rata rata 66.094 ton dengan produktivitas rata rata mencapai
19,68 kuintal per hektare.
“Angka produktivitas kedelai di Banyuwangi tercatat sebagai
wilayah dengan produktivitas tertinggi di Indonesia,” ujar Pratmaja Gunawan,
Rabu (4/9/2013)
Produktivitas kedelai yang dibudidayakan petani Banyuwangi
patut dibanggakan. Sebab, kata Pratmaja, provitas kedelai nasional hanya 13,75
kuintal per ha berada jauh angka provitas kedelai banyuwangi yang mencapai
19,68 kuintal per hektar. Sedangkan provitas kedelai Jawa Timur mencapai 15,45
kuintal per ha.
Luas lahan komoditas kedelai di wilayah Kabupaten Banyuwangi
setiap tahunnya rata rata mencapai 36.068 ha. Itu belum termasuk di lahan
lembaga masyarakat desa hutan yang sulit dipantau, ternyata ikut menyumbang
produksi kedelai di Banyuwangi.
"Sayangnya keberhasilan Banyuwangi sebagai lumbung
kedelai mulai menemui hambatan," cetus Pratmaja. Menurut dia, hasil data statistik tiga tahun terakhir luas pertanaman kedelai mengalami penurunan secara pasti. Hal ini akibat dari alih fungsi lahan dan persaingan dengan
komoditas lainnya yang lebih menguntungkan utamanya tanaman jeruk dan buah
naga.
“Meski ada hambatan, tapi hasil produksi kedelai masih
unggul dibanding kabupaten lain di Jawa Timur,” tuturnya.
STOK KEDELAI
BANYUWANGI MELIMPAH
Sebagai solusi alternatif di tengah melambungnya harga
kedelai impor, sekaligus mengurangi ketergantungan pada kedelai impor, tidak ada salahnya perajin tempe dan tahu
mulai beralih memakai kedelai lokal
Menurut Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan
Pertambangan, Kabupaten Banyuwangi, Hary Cahyo Purnomo, stok kedelai lokal di
daerahnya berlimpah hingga akhir tahun ini.
Hary menjelaskan, produksi kedelai lokal Januari-Juli 2013
mencapai 27.717 ton. Selama enam bulan pertama, kedelai lokal hanya terserap
5.859 ton. Sehingga masih ada 21.858 ton
untuk mencukupi kebutuhan hingga akhir Desember 2013.
"Cukup untuk enam bulan ke depan," kata Hary
ditemui Selasa 3 September 2013.
Menurut Hary, selain stok berlimpah, harga kedelai lokal
hanya berkisar Rp 7.500 - Rp 7.750 per kilogram. Ini jauh lebih murah
dibandingkan harga kedelai impor yang saat ini naik hingga Rp 8.800 per
kilogram.
Kedelai lokal, kata dia, tak begitu laku karena mutunya di
bawah kedelai impor. Namun dia meyakini bila tata cara pengolahan kedelai lokal
diperbaiki, kualitas produknya sama dengan kedelai impor.
Bahrowi, petani kedelai di Kecamatan Genteng, Banyuwangi,
mengatakan, kedelainya laris-manis sejak harga kedelai impor melambung.
Biasanya kedelai miliknya hanya laku 600 kilogram per bulan, saat ini telah
terjual 1,5 ton.
"Agen-agen banyak yang cari kedelai lokal," kata
dia.
Bahrowi justru berharap pemerintah bisa mengurangi impor
kedelai supaya kedelai lokal laku. Dengan demikian, gairah petani menanam
kedelai menjadi lebih tinggi.
Selama ini perajin tempe dan tahu di Banyuwangi lebih
memilih menggunakan kedelai impor karena mutunya bagus. Muhammad Busairi,
perajin tempe, mengatakan kedelai lokal cepat busuk. "Kedelainya juga
lebih kecil," ujarnya.
Hal ini seharusnya menjadi tantangan bagi pihak-pihak
terkait untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman kedelai dalam
negeri.
sumber : Jaringnews.com , Tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar