Berkunjung ke Banyuwangi tak harus selalu ke Gunung Ijen.
Apalagi saat ini aktivitas gunung itu tengah membahayakan. Coba saja perjalanan
di sepanjang Sungai Kalongan, tepatnya di Desa Pesucen, Kecamatan Kalipuro,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Selain panorama yang indah, tempat ini
menyimpan keunikan lain: capung.
Seperti yang dilakukan mahasiswa dari dua kampus di
Banyuwangi pada Jumat lalu, 29 Maret 2013. Mahasiswa dari Universitas 17
Agustus 1945 dan Politeknik Banyuwangi tersebut menyusuri sungai itu untuk
mempelajari berbagai jenis capung di sekitar Sungai Kalongan.
Mereka didampingi Ketua Indonesia Dragonfly Society (IDS),
Wahyu Sigit, dan Komunitas Foto Biodiversitas Indonesia (FOBI). Menurut Wahyu
Sigit, Sungai Kalongan memiliki keragaman capung lebih banyak dibanding tempat
lain di Banyuwangi. Jenis yang ditemukan yakni berbagai capung jarum (subordo
Zygoptera). Temuan terpenting adalah Amphiaeschna ampla, jenis capung yang
terdokumentasi terakhir pada 1940.
Terakhir kali, Amphiaeschna ampla dicatat oleh peneliti asal
Belanda, Lieftinck, pada 1940, dan belum ada pendeskripsiannya. Lieftinck
mencatat temuan ampla di Sumatera dalam majalah Treubia Buitenzorg terbitan
Bogor. "Kami ingin mendalami lagi tentang capung ampla," kata Sigit
kepada wartawan.
Pada Januari lalu, IDS juga menemukan capung jenis
Amphiaeschna ampla di lereng Gunung Ijen, hutan Kalibendo, Banyuwangi. Empat
ekor ampla jantan ditemukan pada ketinggian 1.100 meter di atas permukaan laut.
Penelitian IDS di Banyuwangi itu dalam rangka untuk
mendokumentasikan capung di Pulau Jawa. Selama ini studi capung di Indonesia
masih sedikit, dan kebanyakan dilakukan peneliti asing.
Sungai Kalongan dikelilingi oleh hutan semak belukar seluas
sekitar 3 hektare. Kalongan berada 8 kilometer arah barat Kota Banyuwangi,
dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut. Hutan ini berada di kaki
pegunungan Ijen dan Gunung Merapi, yang membentang di sisi barat.
Kondisi hutan dan Sungai Kalongan, kata Sigit, masih cukup
baik menjadi tempat hidup capung. Sebab, capung hanya bisa hidup di sungai yang
belum tercemar polutan.
Sigit mendorong supaya pemerintah Banyuwangi menjadikan
Kalongan sebagai tempat konservasi capung di Banyuwangi. Dengan konservasi
capung, kata dia, secara otomatis harus menjaga kelestarian hutan dan sungai.
"Termasuk juga bisa menjadi tempat wisata yang mendidik pengunjung untuk
melestarikan lingkungan," ujarnya.
Bila Kalongan dibiarkan tanpa pelestarian, menurut Sigit,
perusakan hutan akan mengancam keberadaan capung. Ancaman utama, kata dia,
justru berasal dari masyarakat sekitar yang terbiasa membabat belukar untuk
pakan ternak. Padahal belukar merupakan tempat hidup serangga, yang menjadi
makanan capung. "Masyarakat bersikap seperti itu karena mereka belum tahu
apa pentingnya capung," Sigit menambahkan.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi, Husnul Khotimah, mengatakan, pihaknya siap menetapkan Kalongan
sebagai konservasi capung. Namun, sebelum penetapan, katanya, dia membutuhkan
hasil penelitian sehingga bisa ditindaklanjuti dengan melibatkan dinas terkait.
"Kami menyambut baik adanya informasi itu, semoga hasil penelitian secepatnya
bisa kami terima," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar