Puluhan penggiat sejarah, Kamis siang, menggelar peringatan Hari Pusaka Dunia yang jatuh setiap tanggal 18 April 2013. Kegiatan itu diikuti puluhan orang dari Komunitas Pecinta Sejarah Blambangan, mahasiswa Sejarah Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Garasi Hijau, Komunitas Fotografer dan sejarawan lokal.
Menurut Kisma, situs-situs yang rusak misalnya Situs Macan Putih di Kecamatan Kabat, Situs Hindu-Budha di Kecamatan Muncar, dan situs-situs peninggalan era Kolonial Belanda. Berbagai situs-situs tersebut rusak karena beralihfungsi menjadi mal, pertokoan, dan pemukiman. Masyarakat juga sering menjarah dan menjual ke pihak yang tak bertanggungjawab.
Situs-situs yang saat ini masih ada, kata Kisma, terancam karena Pemerintah Banyuwangi belum memiliki Peraturan Daerah Cagar Budaya. "Karena itu kami mendorong Pemkab Banyuwangi segera menerbitkan perda cagar budaya," kata dia.
Menurut Kisma, situs sejarah cukup penting untuk membangkitkan nasionalisme dan jati diri bangsa. Situs seharusnya menjadi cermin supaya kehidupan bangsa lebih baik dari masa lalu.
Massa memperingati Hari Pusaka Dunia dengan menjelajah situs bersejarah mulai titik nol kilometer di Jalan PB Sudirman hingga kompleks Inggrisan. Sambil berorasi, massa membentangkan berbagai poster yang berisi pentingnya menjaga kelestarian situs sejarah.
Hasnan Singodimayan, budayawan lokal, mengatakan Banyuwangi memiliki akar sejarah yang kuat. Banyuwangi menjadi bagian Kerajaan Blambangan yang merupakan kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa. Blambangan berdiri abad ke-13 hingga abad ke-18, tiga abad lebih lama dari Majapahit.
Blambangan menjadi rebutan kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Pajajaran, Mataram serta kerajaan Hindu di Bali. Selain itu, Inggris dan Eropa saling bersaing menguasai Blambangan. "Karena itu Banyuwangi memiliki banyak situs bersejarah," kata dia.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar