Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Made Wicaksana, mengatakan, lumbung padi diyakini efektif untuk mengatasi masa paceklik atau gagal panen padi. "Targetnya, lumbung padi ada di 24 kecamatan di Banyuwangi," kata Made, Selasa, 19 Maret 2012.
Menurut Made, pemerintah menyiapkan dana pendirian lumbung padi itu sebesar Rp 800 juta atau masing-masing lumbung Rp 100 juta. Anggaran itu berasal dari Dana Alokasi Khusus APBN Tahun 2013. Delapan lumbung itu akan dibangun di daerah sentra pangan, yakni Kecamatan Srono, Pesanggaran, Tegaldlimo, dan Purwoharjo.
Selain bangunan penyimpan padi, anggaran itu termasuk untuk membuat lantai jemur. Lantai jemur ini berfungsi untuk proses pengeringan gabah. "Kapasitas lumbung hingga 20 ton," kata Made.
Made menjelaskan, lumbung padi tersebut nantinya dikelola oleh gabungan kelompok tani. Dengan lumbung padi, diharapkan petani tak menjual seluruh hasil panennya dan menyisihkan untuk disimpan di lumbung. Dengan demikian, saat masa paceklik, padi yang tersimpan bisa dijual.
Dengan jumlah penduduk 1,6 juta jiwa, kebutuhan beras di Banyuwangi mencapai 13 ribu ton per bulan. Banyuwangi menjadi salah satu lumbung padi nasional dengan surplus beras setiap tahun mencapai 12 ribu ton.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Banyuwangi, Sapuan, mendukung program pemerintah. Namun, ia meminta pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap kelompok tani yang mengelola lumbung padi. "Harus diserahkan sepenuhnya ke petani," kata dia.
Lumbung padi, kata dia, sebelumnya menjadi tradisi petani Indonesia. Tradisi itu akhirnya rusak setelah pemerintah memberlakukan kebijakan koperasi unit desa (KUD) yang menyingkirkan lumbung padi. Namun, setelah KUD mati, kesadaran petani untuk membuat lumbung padi kembali tumbuh.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar