KEBO-KEBOAN : TRADISI SYUKURAN ATAS HASIL PANEN DAN TOLAK BALA

Upacara adat tradisi Kebo-keboan (kerbau-kerbauan) yang digelar minggu, 4 Desember 2011 lalu menjadi agenda tahunan yang digelar warga dusun Krajan Desa Alas malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi.

Acara ini digelar sebagai wujud rasa syukur atas Hasil panen yang melimpah, Selain sebagai wujud rasa syukur, ritual itu sebagai tolak balak, Bagi warga setempat musibah akan melanda desa jika kebo-keboan tidak dilaksanakan. Sebab, ritual sakral ini muncul setelah Buyut Karti, leluhur Desa Alasmalang mendapat wangsit saat wabah penyakit sedang melanda Desa Alasmalang sekitar 300 tahun lalu.

"Banyak makna yang terkandung dalam tradisi ini selain menolak penyakit juga menjadi momen syukuran dan silaturahmi antar warga “, kata Wabup Yusuf Widiatmokoyang turut hadir dalam acara tersebut.

"Diharapkan tradisi ini dapat menarik wisatwan dan menjadi primadona kunjungan wisata di banyuwangi “ harapan Wabup Yusuf Widiatmoko diakhir sambutannya.

Kemudian acara dilanjutkan dengan syukuran dan makan bersama di persimpangan jalan desa. Dengan beralaskan tikar dan karpet, Wakil Bupati Yusuf Widiatmoko didampingi pejabat teras Pemkab Banyuwangi dan Forpika Singojuruh memotong tumpeng sebagai tanda dimulainya ritual kebo - keboan.


Sebanyak 12 tumpeng disajikan sebagai simbol waktu perputaran kehidupan manusia. Selain itu di hidangkan pula berbagai olahan makanan dari hasil bumi warga setempat. Sementara itu, Ketua panitia ritual kebo – keboan alas malang, Suriko mengatakan ritual ini sebagai bentuk rasa syukur dan tolak bala warga desa alas malang.

"Jika tidak dilakukan khawatir akan terjadi wabah penyakit dan gagal panen “ katanya
"Jadi kita agendakan tiap tahunnya, selain itu bisa menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke desa Alas malang “ imbuhnya.

Dipimpin tokoh adat setempat, 15 pasang manusia kerbau yang seluruhnya laki-laki diarak mengelilingi empat penjuru desa dengan di iringi alunan musik tradisional khas using, Prosesi ini disebut sebagai ider bumi.

Namun sebelumnya, pawang kerbau memberikan tepung tawar agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan pada sikerbau jadi-jadian itu.

Ritual diakhiri dengan prosesi membajak sawah dan menabur benih padi. Benih padi ini menjadi rebutan warga, karena diyakini menghasilkan hasil penen yang lebih berlimpah.Tak heran warga nekad berebut meski harus dikejar-kejar kerbau. Jika tertangkap tubuh warga itu akan dibenamkan ke sawah.

“Yang dinantikan ya ini mas, berebut benih padi. Benih dari ritual ini diyakini tahan hama dan bisa panen berlimpah," terang Joko, seorang petani yang turut berebut benih padi meski sempat diseruduk kerbau jadi-jadian.

Wagino (40) warga Dusun Krajan Desa Alas malang mengharapkan ritual kebo – keboan alas malang mendapat dukungan dari pemerintah karena dengan ritual ini banyak wisatawan asing yang berkunjung di Desa Alas malang. "Dukungan Pemkab kami butuhkan untuk kelangsungan acara ritual ini “ujarnya.

sumber :  banyuwangikab , wartapedia

Fakta tentang Kebo-Keboan Alas Malang

Nama Wisata : Kebo-Keboan
Tempat : Dusun Krajan, Desa Alas Malang, Kec. Singojuruh
Jenis Wiisata : Wisata Budaya, Wisata Minat Khusus
Pelaksanaan : Setiap Tangga 10 Suro (tanggal Jawa)

Tujuan Khusus : Bersih Desa; Upacara Panen Raya; Rasa Syukur atas nikmat yang telah didapatkan masyarakat

Prosesi Adat Kebo-Keboan Alas Malang merupakan satu diantara dua wisata Adat yang bisa dinikmati oleh wisatawan yang mengunjungi Kabupaten Banyuwangi pada Bulan Muharram. Prosesi ini berhubungan dengan situs kesuburan, syukuran serta do’a kepada Tuhan agar para petani diberi keselamatan dan kesejahteraan serta mendapat panen yang melimpah di masa yang akan datang. Awalnya, upacara ini diadakan untuk memohon turunnya hujan saat kemarau panjang, dengan turunnya hujan berarti bercocok tanam segera bisa dilaksanakan.

Upacara Kebo-keboan, atraksi menarik yang bisa kita saksikan adalah: saat persiapan, malam hari sebelum acara keesokan hari, masyarakat bergotong-yorong memesang hiasan di sepanjang jalan utama desa, yang terdiri dari hasil panen berupa pala gumantung(buah-buahan), pala kependem (umbi-umbian) dan pala kesipir (polong kacang-kacangan). Semua ini melambangkan kesuburan dan kesejahteraan.

Proses upacara, diawali dengan selamatan di tengah jalan pada pagi hari, sesaji, kue dan nasi tumpeng diberi do’a yang dipimpin oleh kyai, kemudian dibagikan kepada para pengujung dan kepala masyarakat sekitar. Kue dan makanan disiapkan oleh masing-masing keluarga dan disjkan oleh para tamu dan sanak famili yang berkunjung.

Selanjutrnya acara Ider Bumi yang diikuti oleh beberapa laki-laki bertubuh kekar dengan dandanan dan bertingkah aneh separti kerbau yang dihalau oleh para petani yang langkap dengan bajaknya.

Seorang Putri cantik melambangkan Dewi Sri ditandu oleh beberapa pengawal dengan pakaian khas. Untuk meramaikan suasana, musik dan tarian tradisional mengiring arak-arakan ini.

Suasana puncak acara adalah prosesi membajak sawah dan menanam bibit padi. Para kerbau manusia seperti kesurupan dan mengejar siapapun yang mencoba mengambil bibit padi yang ditanam. Masyarakat berebut untuk mendapatkan bibit padi itu karena dipercaya bisa digunakan sebagai tolak balak maupun keberuntunga.

Kegiatan ini berakhir pada tengah hari. Sementara pada sore dan malam hari, kesenian tradisional disajikan, termassuk pementasan wayang kulit semalam suntuk.

Pelaku Upacara adat:

1. Pemimpin Upacara (Pawang) yang merupakan pelaksana adat yang merupakan keturunan dari Mbah Buyut Karti. Dalam Upacara ini, ada kyai yang juga dijadikan pemimpin upacara saat prosesi pembacaan doa.

2. Penjelmaan Dewi Sri, merupakan simbolis dari kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan Dewi Sri. Perempuan yang memerankan Dewi Sri harus memiliki syarat-syarat tertentu. Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka pelaksanaan upacara tersebut tidak akan tercapai. Syarat-syaratnya adalah: Masih keturunan Mbah Buyut Karti, Perawan / Gadis, Berperilaku Baik, Memiliki Wajah yang rupawan.

3. Dayang Pengiring Dewi Sri, Merupakan Para Gadis dari Desa Krajan yang memiliki criteria seperti Dewi Sri. Para Dayang bertugas membawa peras dan sesaji yang digunakan untuk pelaksanaan pawai ider bumi.

4. Kebo-keboan, merupakan pelaksana setiap tahapan dalam pelaksanaan upacara, yang memiliki criteria Berbadan besar, sehat, kuat dan masih keturunan Mbaj Buyut Karti. Kebo-keboan ini berjumlah lima sampai sepuluh Pasang, satu pasang berjumlah tiga yaitu dua kerbau dan satu pengendali.

5. Para Petani, terlibat saat melaksanakan ider Bumi

6. Buldrah, merupakan tokoh yang bertugas memimpin pelaksanaan kirab ider bumi. Yang di pilih adalah yang memiliki keahlian dibidang pertanian, dan biasanya merupakan penggerak warga dibidang pertanian.

7. Modin Banyu, merupakan seorang yang mempunyai tugas sehari-hari yang mengatur sistim pengairan.

Peralatan Upacara adat:

1. Peralatan Pertanian, peralatan ini digunakan karena upacara adat ini berlatarbelakang tradisi masyarakat agraris, maka berbagai perlengkapan yang digunakan adalah: singkal, teter, pecut, sabit, cangkul, dan cingkek

2. Songsong, merupakan paying besar yang digunakan untuk memayungi dewi sri, agar tidak tersengat terik matahari.

3. Sesaji, merupakan syarat terpenting dari tradisi ini yang apabila sesaji kurang, maka upacara yang dilaksanakan tidak sempurna. Sesaji diantaranya berupa peras, tumpeng agung, jenang Abang (bubur Merah), Bubur Putih, Bubur Kuning, Bubur Hitam, Bubur hijau / biru, peteteng, kendi, daun pisang, kemenyan, dan beras petung tawar.

4. Tandu (tempat duduk Dewi Sri), Tandu ini digunakan untuk tempat duduk dewi sri saat prosesi adat.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online
Adbox

@templatesyard